Sabtu, 31 Oktober 2015


 
(Misteri Gadis Tetangga Sebelah)

"Kenapa aku harus ikut, Mom? Tidak bisakah aku di rumah saja selama liburan musim panas?" Karel merenggut di tempatnya duduk.

"Sayang, ini sudah kita bahas seribu kali. Mommy tidak akan membiarkanmu tinggal sendiri dirumah. Ingat, terakhir kali kau tinggal dirumah sendiri dan kau hampir membuat rumah terbakar? Masih ingat?"

"Iya, iya. Tapi itu kan bukan salahku. Aku hanya mengundang Jhos dan beberapa teman kelas. Tapi Jhos malah mem posting acara itu ke instagram. Dan akhirnya hampir satu sekolah datang malam itu ke rumah. Lagian itu bukan ideku, itu ide Jhos yang meminta untuk membuat pesta saat Mom keluar kota."

"Iya. Jhos itu teman sekolahmu. Dan kau sebagai tuan rumah mau saja membuat pesta yang membuat rumah seperti kapal pecah dan hampir membuat rumah terbakar? Hebat. Dan Mommy tidak mau itu terulang lagi. Titik."

Karel memutar bola matanya. "Terserah. Percuma berdebat dengan Mom. Andai saja Daddy masih ada." Gumamnya. "Pasti Dad akan membelaku."

Mrs.Sarah langsung memandang putra sulungnya yg duduk di bangku belakang itu dari kaca spion mobil. Ia tersenyum kecil, semua memang terlihat berantakan sejak suaminya meninggal dua tahun lalu. Tapi ia janji pada dirinya bahwa kali ini liburan ke rumah kakek dan nenek Karel di desa tempat kelahirannya, akan berjalan lancar dan baik2 saja. Semoga.

Namun...

"Mom, Karel mengambil iPad ku." Teriak Jack, adik Karel, tiba2 yang duduk di bangku depan, merajuk.

"Karel jangan ganggu adikmu"

"Tapi ini iPad ku."

"Adikmu hanya pinjam"

"Tapi aku juga mau dengar musik, Mom"

"Kau bisa dengar musik di iPhone, kan? Jangan suka ganggu adikmu."

Karel melempar iPad itu ke arah Jack dan iPad itu mendarat dengan keras di kapala anak berumur 7 tahun itu.

"Kepalakuuuu. Kepalaku berdarah. Karel melempar kepalaku, Mom"

"Jangan cengeng"

"Kareeeel"

***

"Oh, coba lihat, siapa yang datang?" Nenek segera memeluk Jack saat anak itu turun dari mobil. "Badanmu berat sekali. Nenek jadi susah menggendong mu."

"Jack kangen sama nenek. Kue jahe. Jack kangen kue jahe nenek, juga."

"Hohoho, tentu saja. Nenek akan membuatkan kue jahe yang banyak buat kalian selama kalian liburan di sini."

Karel mau muntah rasanya mendengar percakapan itu.

Karel ikut turun dari mobil. Begitu melihat Karel, kakek menghampiri dirinya. 'Oh tidak. Jangan memelukku, please.' Kata Karel dalam hati. Karel tidak suka dirinya di peluk dan dicium seperti balita. Ia sudah berumur 16 tahun 6 bulan. Apa kata teman2 di sekolahnya kalau mereka tahu dirinya masih suka di peluk dan dicium oleh kakek? Bisa hancur reputasinya.

Lagian ia benci bau kakek dan neneknya, mereka berbau pepermint. Bau yang paling dibenci Karel dimuka bumi ini.

"Lihatlah siapa ini? Besar dan tinggi." Kata Kakek sebelum memeluk Karel dan mencium pipinya. "Ganteng sekali cucuku ini. Dia mirip Ayahnya."

Ember, mana ember? Perutku mules rasanya. Kata Karel dalam hati.

Mom langsung menyenggol siku Karel, "mana senyum mu sayang?" Bisik Mom. "Tolong perlihatkan sikap manismu selama di sini. Mom tidak mau ada masalah. OK? Sesuai perjanjian kita."

Karel menarik napas dan menghembuskannya, lalu berjalan meninggalkan halaman depan tanpa kata2, masuk ke dalam rumah tua dan suram milik kakek dan neneknya.

"Bruaaaak" pintu depan dibantingnya dengan keras.

"Hhhhmm, dia agak temperamental sejak ditinggal Ayahnya" Mom mencoba menjelaskan pada Kakek dan nenek.

"Oh tak mengapa. Namanya juga anak muda."

***

Malam harinya mereka disuguhkan sup makaroni, ayam kalkun panggang, dan kue jahe yang banyak sesuai pesanan Jack.

"Iya, dan sebagai wakil kepala sekolah tentu saja aku harus menggantikan beliau untuk berpidato. Kalian bisa bayangkan bagaimana gugupnya aku. Banyak tamu2 kehormatan di sana. Walikota. Yah terutama dia."

Karel mendengar Mom bercerita mengenai profesi ibunya itu pada kakek dan nenek selama acara makan malam. Karel sudah bosan mendengar cerita itu. Hampir semua orang yang di temui Mom diceritakan hal yang sama.

Karel-pun sibuk dengan dunianya sendiri.

Satu saja yang ia pikirkan. Apa yang akan dia lakukan di desa terpencil ini? Jauh dari kota dan teman2nya.

Mungkin ia bisa mati kebosanan di sini. Atau mungkin ini bisa jadi liburan paling 'mengenaskan' dalam sejarah hidupnya.

***

"Kau kan bisa berjalan2 keliling disekitar situ. Siapa tau ada anak seumuran mu di sana?"

"Tidak ada, Jhos. Ini hutan belantara. Jauh dari penghuni bumi. Dan mungkin saja ini tidak ada bedanya dengan hutan Amazon."

"Kau berlebihan, bro. Kenapa kau tidak mencoba bermain game online saja?"

"Entah lah. Nanti aku coba. Soalnya di sini sinyalnya hilang2. Ini saja aku beruntung bisa video Call melihat muka idiot mu. Hahhaha"

"Anjir... Mukamu itu kotak2 kayak Ultraman. Hahhaha."

Karel tertawa. Lumayan, Jhos bisa membuat dia tertawa. Malam itu ia sedang video Call dengan Jhos. Sejak tiba dirumah kakek, jangankan tertawa senyum saja ia tidak bisa. Dan Jhos baru saja membuat dia tertawa.

Meski mereka suka saling mengejek, Karel dan Jhos adalah sahabat kental. Mereka berteman sejak masih di bangku taman kanak-kanak. Keduanya sudah seperti gula dan semut. Tak terpisahkan.

"Tok..tok.."

Pintu kamar Karel tiba2 diketok.

"Yah, masuk."

Mom membuka pintu kamarnya, dan berkata. "Kau baik2 saja?"

"Hhhhmm..." Jawab Karel segera menutup laptop di hadapannya. "Ada apa, Mom?"

"Kau bisa membantu Kakek buang sampah?"

"Tentu saja. Kenapa tidak?" Karel turun dari tempat tidurnya. "Beri aku 2 menit aku mau ganti baju dan celana. Aku janji akan segera turun."

Mom mengangguk. "Terima kasih sayang."

Mom mendekati Karel dan hendak memeluknya, tapi Karel menghindar dan berkata, "Mom, please."

"Oh, OK. Mom lupa. Kau sudah 16 tahun 4 bulan."

"6 bulan, Mom."

"Yah, 16 tahun 6 bulan. Apapun itu. OK. Kakek menunggumu di dapur. Segera"

"OK. Mom, bosnya." Karel menutup pintu kamarnya saat Mom menghilang dari hadapannya.

***
Karel menutup pintu belakang dan berhamburan keluar dengan sekantung besar sampah di belakang punggungnya.

Angin malam yang dingin serasa menusuk-nusuk di kulitnya. Malam ini dingin sekali.

Ia berjalan sepanjang halaman belakang rumah menuju tong sampah di pinggir jalan.

Saat tiba di tong sampah segera ia melempar sampah itu dan menutupnya.

Lalu ia berbalik dan hendak kembali ke dalam rumah. Tetapi langkah kakinya terhenti ketika tiba2 ia melihat seorang gadis, kira2 seumurannya sudah berdiri di hadapannya.

Seorang gadis? Apa ini mimpi?

"Oh, hai.." Karel menyapa. Hanya itu yg keluar dari mulut Karel. Dari mana gadis ini muncul? Pikir Karel.

Ia segera merapikan rambutnya dan sweeter miliknya. Tentu saja ia tidak mau terlihat berantakan di hadapan gadis ini.

"Susan" kata gadis itu.

"Hah? Apa?"

"Namaku Susan." Kata Gadis itu terlihat tersenyum pada Karel.

"Oh, hai Susan." Jawab Karel kikuk. Jujur, di sekolah ia jarang berbicara dengan Gadis2. Dan sekarang seakan gadis ini dikirim dari planet Mars untuk menemuinya malam ini. "Aku Karel. Aku..hhhhmm"

Susan mengambil tangan Karel dan bersalaman. "Senang berkenalan denganmu, Karel." Kata gadis itu.

"I..iya. Aku juga, senang."

Tangan gadis ini. Dingin sekali. Sedingin es. Pikir Karel.

"Aku tinggal di sebelah sana. Kita tetangga." Kata Susan lagi. Ia menunjuk sebuah rumah tua tak jauh dari rumah kakek karel.

"Oh, yah?"

Itu terdengar menyenangkan. Pikir Karel.

"Kau anak baru di sini?" Tanya Susan masih memegang tangan Karel.

Karel menatap tangannya.

"Oh, maaf" Susan segera melepas tangan Karel.

Karel mengelus-elus tangannya yang hampir membeku akibat bersalaman dengan Susan. Bagaimana bisa tangannya sedingin itu? Jangan2 dia manusia es dari kutub utara? Oh, ayo lah, Karel, jangan berpikir seperti anak umur 7 tahun. Pikirnya.

"Kau belum menjawab pertanyaanku, Karel.."

Karel segera tersadar dari lamunan. "Oh, apa? Iya. Aku anak baru. Oh, maksudku tidak. Aku disini cuman berlibur. Dan rumah tua dan suram di sana itulah aku tinggal bersama Mom, kakek, nenek dan satu Mahkluk ajaib."

Susan mengernyitkan kening, "Mahkluk ajaib?"

"Adikku, Jack"

"Oh..." Susan tersenyum. "Kau lucu, Karel."

"Terima kasih. Aku tidak tau apa harus senang mendengar itu atau tidak?" Karel ikut tersenyum.

***

"Apa ada sampah yang mau di buang?" Tanya Karel keesokan harinya.

Mom yang mendengar itu langsung heran. "Kau tidak salah makan kan, Karel?"

"Tidak." Jawab Karel. Dan segera mencari alasan agar Mom tidak curiga. Sejak pertemuannya dengan Susan, ia jadi sedikit legah. Akhirnya ada anak yang seumuran dia di sini. Di liburan membosankan ini.

Tunggu dulu, sepertinya ini bukan liburan yang membosankan. Bisa jadi ini akan menjadi liburan yang menyenangkan, dengan hadirnya gadis tetangga sebelahnya, Susan.

"Aku hanya ingin membantu, Mom. Hanya ingin membunuh kebosanan. Lagian apa yang bisa aku lakukan di hutan belantara ini?" Kata Karel meyakinkan ibunya.

Mom berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk dan menunjuk sekantong sampah di samping kulkas.

Dengan segera Karel mengambil kantong itu dan berjalan keluar dapur menuju halaman belakang.

Ia berharap bertemu Susan lagi malam itu.

Ia berharap bisa berbincang lebih lama lagi. Karel sudah menyusun beberapa percakapan yang akan dia bahas jika bertemu gadis itu. Ia bersemangat sekali.

Begitu ia membuang sampah kedalam tong sampah. Ia berbalik dan berharap gadis itu sudah muncul di belakangnya seperti malam kemarin.

Tapi Karel keliru. Malam itu batang hidung gadis itu tidak kelihatan. Ia tidak muncul.

Ia sedikit kecewa. Kemana dia? Hei, ada apa denganmu Karel? Kenapa kau berharap Susan muncul malam ini? Jangan-jangan? Ah, sudah lah. Mungkin gadis itu lagi sibuk.

Karel berjalan kembali melewati halaman belakang menuju pintu dapur. Belum lagi ia memegang gagang pintu dapur, tiba2 ia menengok ke rumah Susan di sebelah sana.

Dan betapa kagetnya dirinya ketika melihat bayangan seorang gadis di lantai dua, yang kemungkinan kamar Susan, berteriak dan menjerit minta tolong.

Gadis itu menjerit dan berteriak.

Susan? Apa yang terjadi? Kenapa dia berteriak? Apa dia dalam masalah..?

Karel segera masuk ke dalam dapur rumahnya, ia mencari senter dan sesuatu untuk bisa jadi senjata. Ia melihat pemukul baseball di atas lemari dapur. Itu bisa jadi senjata, pikirnya. Ia mengambilnya dan segera keluar halaman.

"Hei.. Hei, kau mau kemana?" Mom yang melihat Karel langsung menghadangnya di pintu dapur.

"Mom, aku mau ke sebelah. Ke rumah Susan."

"Su..Susan? Siapa Susan?"

"Gadis tetangga sebelah." Karel berkata sambil menyembunyikan pemukul Baseball di balik badannya. Ia tidak mau ibunya bertanya macam-macam jika melihat dirinya memegang pemukul Baseball.

"Gadis?" Mom menatapnya sambil tersenyum. "Uuuhh, akhirnya kau menemukan apa yang kau cari. Anak seumuranmu. Dan seorang Gadis."

Karel memutar bola matanya.

Ia segera meninggalkan ibunya dan berlarian sepanjang halaman belakang menuju rumah Susan.

"Ingat, jangan pulang kemalaman. Dan Kencang kan resleting celanamu." Teriak Mom ketika anak sulungnya itu pergi.

"Hahah, lucu sekali, Mom." Ejek Karel mendengar canda ibunya.

Karel melompat pagar halaman Susan. Ia menyalakan senter di tangannya. Rumah itu mirip rumah kakeknya. Hanya sedikit kotor dan lembab.

Ia berjalan menuju pintu belakang Susan. Rumah itu gelap. Hanya lampu di lantai dua, kamar Susan yang menyala.

Lalu belum lagi ia menghampiri pintu dapur, tiba2 terdengar suara benda jatuh dan pecah. Di susul jeritan suara Susan, lagi.

Karel segera menggedor pintu dapur itu.

"Susan. Apa kau di dalam? Apa yang terjadi? Kau baik2 saja?" Teriak Karel.

Karel tidak tahu kalau apa yang dia lakukan malam itu adalah awal dari masalah besar yang akan dia hadapi selama liburan musim panas ini.

Awal dari sesuatu yang mengerikan... Dan mematikan.

*toBeContinue

Cerpen by: Fadly Affandy.

Nurwahidah Idha Sambungannya kpn? Penasaran euy
Muhammad Fadly Affandy
Muhammad Fadly Affandy Insha Allah dalam waktu dekat ini. Mksh sdh baca.
Andrianto Anwar
Viel Ares
Viel Ares Seperti biasa kak Tulisan kak Fadly selalu bikin penasaran keren kak seruuuu
Muhammad Fadly Affandy
Muhammad Fadly Affandy Terima kasih banyak dek. Iye ditunggu lanjutannya nah. Sabar. Hehehhe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar