Sabtu, 31 Oktober 2015


 
(Misteri Gadis Tetangga Sebelah)

"Kenapa aku harus ikut, Mom? Tidak bisakah aku di rumah saja selama liburan musim panas?" Karel merenggut di tempatnya duduk.

"Sayang, ini sudah kita bahas seribu kali. Mommy tidak akan membiarkanmu tinggal sendiri dirumah. Ingat, terakhir kali kau tinggal dirumah sendiri dan kau hampir membuat rumah terbakar? Masih ingat?"

"Iya, iya. Tapi itu kan bukan salahku. Aku hanya mengundang Jhos dan beberapa teman kelas. Tapi Jhos malah mem posting acara itu ke instagram. Dan akhirnya hampir satu sekolah datang malam itu ke rumah. Lagian itu bukan ideku, itu ide Jhos yang meminta untuk membuat pesta saat Mom keluar kota."

"Iya. Jhos itu teman sekolahmu. Dan kau sebagai tuan rumah mau saja membuat pesta yang membuat rumah seperti kapal pecah dan hampir membuat rumah terbakar? Hebat. Dan Mommy tidak mau itu terulang lagi. Titik."

Karel memutar bola matanya. "Terserah. Percuma berdebat dengan Mom. Andai saja Daddy masih ada." Gumamnya. "Pasti Dad akan membelaku."

Mrs.Sarah langsung memandang putra sulungnya yg duduk di bangku belakang itu dari kaca spion mobil. Ia tersenyum kecil, semua memang terlihat berantakan sejak suaminya meninggal dua tahun lalu. Tapi ia janji pada dirinya bahwa kali ini liburan ke rumah kakek dan nenek Karel di desa tempat kelahirannya, akan berjalan lancar dan baik2 saja. Semoga.

Namun...

"Mom, Karel mengambil iPad ku." Teriak Jack, adik Karel, tiba2 yang duduk di bangku depan, merajuk.

"Karel jangan ganggu adikmu"

"Tapi ini iPad ku."

"Adikmu hanya pinjam"

"Tapi aku juga mau dengar musik, Mom"

"Kau bisa dengar musik di iPhone, kan? Jangan suka ganggu adikmu."

Karel melempar iPad itu ke arah Jack dan iPad itu mendarat dengan keras di kapala anak berumur 7 tahun itu.

"Kepalakuuuu. Kepalaku berdarah. Karel melempar kepalaku, Mom"

"Jangan cengeng"

"Kareeeel"

***

"Oh, coba lihat, siapa yang datang?" Nenek segera memeluk Jack saat anak itu turun dari mobil. "Badanmu berat sekali. Nenek jadi susah menggendong mu."

"Jack kangen sama nenek. Kue jahe. Jack kangen kue jahe nenek, juga."

"Hohoho, tentu saja. Nenek akan membuatkan kue jahe yang banyak buat kalian selama kalian liburan di sini."

Karel mau muntah rasanya mendengar percakapan itu.

Karel ikut turun dari mobil. Begitu melihat Karel, kakek menghampiri dirinya. 'Oh tidak. Jangan memelukku, please.' Kata Karel dalam hati. Karel tidak suka dirinya di peluk dan dicium seperti balita. Ia sudah berumur 16 tahun 6 bulan. Apa kata teman2 di sekolahnya kalau mereka tahu dirinya masih suka di peluk dan dicium oleh kakek? Bisa hancur reputasinya.

Lagian ia benci bau kakek dan neneknya, mereka berbau pepermint. Bau yang paling dibenci Karel dimuka bumi ini.

"Lihatlah siapa ini? Besar dan tinggi." Kata Kakek sebelum memeluk Karel dan mencium pipinya. "Ganteng sekali cucuku ini. Dia mirip Ayahnya."

Ember, mana ember? Perutku mules rasanya. Kata Karel dalam hati.

Mom langsung menyenggol siku Karel, "mana senyum mu sayang?" Bisik Mom. "Tolong perlihatkan sikap manismu selama di sini. Mom tidak mau ada masalah. OK? Sesuai perjanjian kita."

Karel menarik napas dan menghembuskannya, lalu berjalan meninggalkan halaman depan tanpa kata2, masuk ke dalam rumah tua dan suram milik kakek dan neneknya.

"Bruaaaak" pintu depan dibantingnya dengan keras.

"Hhhhmm, dia agak temperamental sejak ditinggal Ayahnya" Mom mencoba menjelaskan pada Kakek dan nenek.

"Oh tak mengapa. Namanya juga anak muda."

***

Malam harinya mereka disuguhkan sup makaroni, ayam kalkun panggang, dan kue jahe yang banyak sesuai pesanan Jack.

"Iya, dan sebagai wakil kepala sekolah tentu saja aku harus menggantikan beliau untuk berpidato. Kalian bisa bayangkan bagaimana gugupnya aku. Banyak tamu2 kehormatan di sana. Walikota. Yah terutama dia."

Karel mendengar Mom bercerita mengenai profesi ibunya itu pada kakek dan nenek selama acara makan malam. Karel sudah bosan mendengar cerita itu. Hampir semua orang yang di temui Mom diceritakan hal yang sama.

Karel-pun sibuk dengan dunianya sendiri.

Satu saja yang ia pikirkan. Apa yang akan dia lakukan di desa terpencil ini? Jauh dari kota dan teman2nya.

Mungkin ia bisa mati kebosanan di sini. Atau mungkin ini bisa jadi liburan paling 'mengenaskan' dalam sejarah hidupnya.

***

"Kau kan bisa berjalan2 keliling disekitar situ. Siapa tau ada anak seumuran mu di sana?"

"Tidak ada, Jhos. Ini hutan belantara. Jauh dari penghuni bumi. Dan mungkin saja ini tidak ada bedanya dengan hutan Amazon."

"Kau berlebihan, bro. Kenapa kau tidak mencoba bermain game online saja?"

"Entah lah. Nanti aku coba. Soalnya di sini sinyalnya hilang2. Ini saja aku beruntung bisa video Call melihat muka idiot mu. Hahhaha"

"Anjir... Mukamu itu kotak2 kayak Ultraman. Hahhaha."

Karel tertawa. Lumayan, Jhos bisa membuat dia tertawa. Malam itu ia sedang video Call dengan Jhos. Sejak tiba dirumah kakek, jangankan tertawa senyum saja ia tidak bisa. Dan Jhos baru saja membuat dia tertawa.

Meski mereka suka saling mengejek, Karel dan Jhos adalah sahabat kental. Mereka berteman sejak masih di bangku taman kanak-kanak. Keduanya sudah seperti gula dan semut. Tak terpisahkan.

"Tok..tok.."

Pintu kamar Karel tiba2 diketok.

"Yah, masuk."

Mom membuka pintu kamarnya, dan berkata. "Kau baik2 saja?"

"Hhhhmm..." Jawab Karel segera menutup laptop di hadapannya. "Ada apa, Mom?"

"Kau bisa membantu Kakek buang sampah?"

"Tentu saja. Kenapa tidak?" Karel turun dari tempat tidurnya. "Beri aku 2 menit aku mau ganti baju dan celana. Aku janji akan segera turun."

Mom mengangguk. "Terima kasih sayang."

Mom mendekati Karel dan hendak memeluknya, tapi Karel menghindar dan berkata, "Mom, please."

"Oh, OK. Mom lupa. Kau sudah 16 tahun 4 bulan."

"6 bulan, Mom."

"Yah, 16 tahun 6 bulan. Apapun itu. OK. Kakek menunggumu di dapur. Segera"

"OK. Mom, bosnya." Karel menutup pintu kamarnya saat Mom menghilang dari hadapannya.

***
Karel menutup pintu belakang dan berhamburan keluar dengan sekantung besar sampah di belakang punggungnya.

Angin malam yang dingin serasa menusuk-nusuk di kulitnya. Malam ini dingin sekali.

Ia berjalan sepanjang halaman belakang rumah menuju tong sampah di pinggir jalan.

Saat tiba di tong sampah segera ia melempar sampah itu dan menutupnya.

Lalu ia berbalik dan hendak kembali ke dalam rumah. Tetapi langkah kakinya terhenti ketika tiba2 ia melihat seorang gadis, kira2 seumurannya sudah berdiri di hadapannya.

Seorang gadis? Apa ini mimpi?

"Oh, hai.." Karel menyapa. Hanya itu yg keluar dari mulut Karel. Dari mana gadis ini muncul? Pikir Karel.

Ia segera merapikan rambutnya dan sweeter miliknya. Tentu saja ia tidak mau terlihat berantakan di hadapan gadis ini.

"Susan" kata gadis itu.

"Hah? Apa?"

"Namaku Susan." Kata Gadis itu terlihat tersenyum pada Karel.

"Oh, hai Susan." Jawab Karel kikuk. Jujur, di sekolah ia jarang berbicara dengan Gadis2. Dan sekarang seakan gadis ini dikirim dari planet Mars untuk menemuinya malam ini. "Aku Karel. Aku..hhhhmm"

Susan mengambil tangan Karel dan bersalaman. "Senang berkenalan denganmu, Karel." Kata gadis itu.

"I..iya. Aku juga, senang."

Tangan gadis ini. Dingin sekali. Sedingin es. Pikir Karel.

"Aku tinggal di sebelah sana. Kita tetangga." Kata Susan lagi. Ia menunjuk sebuah rumah tua tak jauh dari rumah kakek karel.

"Oh, yah?"

Itu terdengar menyenangkan. Pikir Karel.

"Kau anak baru di sini?" Tanya Susan masih memegang tangan Karel.

Karel menatap tangannya.

"Oh, maaf" Susan segera melepas tangan Karel.

Karel mengelus-elus tangannya yang hampir membeku akibat bersalaman dengan Susan. Bagaimana bisa tangannya sedingin itu? Jangan2 dia manusia es dari kutub utara? Oh, ayo lah, Karel, jangan berpikir seperti anak umur 7 tahun. Pikirnya.

"Kau belum menjawab pertanyaanku, Karel.."

Karel segera tersadar dari lamunan. "Oh, apa? Iya. Aku anak baru. Oh, maksudku tidak. Aku disini cuman berlibur. Dan rumah tua dan suram di sana itulah aku tinggal bersama Mom, kakek, nenek dan satu Mahkluk ajaib."

Susan mengernyitkan kening, "Mahkluk ajaib?"

"Adikku, Jack"

"Oh..." Susan tersenyum. "Kau lucu, Karel."

"Terima kasih. Aku tidak tau apa harus senang mendengar itu atau tidak?" Karel ikut tersenyum.

***

"Apa ada sampah yang mau di buang?" Tanya Karel keesokan harinya.

Mom yang mendengar itu langsung heran. "Kau tidak salah makan kan, Karel?"

"Tidak." Jawab Karel. Dan segera mencari alasan agar Mom tidak curiga. Sejak pertemuannya dengan Susan, ia jadi sedikit legah. Akhirnya ada anak yang seumuran dia di sini. Di liburan membosankan ini.

Tunggu dulu, sepertinya ini bukan liburan yang membosankan. Bisa jadi ini akan menjadi liburan yang menyenangkan, dengan hadirnya gadis tetangga sebelahnya, Susan.

"Aku hanya ingin membantu, Mom. Hanya ingin membunuh kebosanan. Lagian apa yang bisa aku lakukan di hutan belantara ini?" Kata Karel meyakinkan ibunya.

Mom berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk dan menunjuk sekantong sampah di samping kulkas.

Dengan segera Karel mengambil kantong itu dan berjalan keluar dapur menuju halaman belakang.

Ia berharap bertemu Susan lagi malam itu.

Ia berharap bisa berbincang lebih lama lagi. Karel sudah menyusun beberapa percakapan yang akan dia bahas jika bertemu gadis itu. Ia bersemangat sekali.

Begitu ia membuang sampah kedalam tong sampah. Ia berbalik dan berharap gadis itu sudah muncul di belakangnya seperti malam kemarin.

Tapi Karel keliru. Malam itu batang hidung gadis itu tidak kelihatan. Ia tidak muncul.

Ia sedikit kecewa. Kemana dia? Hei, ada apa denganmu Karel? Kenapa kau berharap Susan muncul malam ini? Jangan-jangan? Ah, sudah lah. Mungkin gadis itu lagi sibuk.

Karel berjalan kembali melewati halaman belakang menuju pintu dapur. Belum lagi ia memegang gagang pintu dapur, tiba2 ia menengok ke rumah Susan di sebelah sana.

Dan betapa kagetnya dirinya ketika melihat bayangan seorang gadis di lantai dua, yang kemungkinan kamar Susan, berteriak dan menjerit minta tolong.

Gadis itu menjerit dan berteriak.

Susan? Apa yang terjadi? Kenapa dia berteriak? Apa dia dalam masalah..?

Karel segera masuk ke dalam dapur rumahnya, ia mencari senter dan sesuatu untuk bisa jadi senjata. Ia melihat pemukul baseball di atas lemari dapur. Itu bisa jadi senjata, pikirnya. Ia mengambilnya dan segera keluar halaman.

"Hei.. Hei, kau mau kemana?" Mom yang melihat Karel langsung menghadangnya di pintu dapur.

"Mom, aku mau ke sebelah. Ke rumah Susan."

"Su..Susan? Siapa Susan?"

"Gadis tetangga sebelah." Karel berkata sambil menyembunyikan pemukul Baseball di balik badannya. Ia tidak mau ibunya bertanya macam-macam jika melihat dirinya memegang pemukul Baseball.

"Gadis?" Mom menatapnya sambil tersenyum. "Uuuhh, akhirnya kau menemukan apa yang kau cari. Anak seumuranmu. Dan seorang Gadis."

Karel memutar bola matanya.

Ia segera meninggalkan ibunya dan berlarian sepanjang halaman belakang menuju rumah Susan.

"Ingat, jangan pulang kemalaman. Dan Kencang kan resleting celanamu." Teriak Mom ketika anak sulungnya itu pergi.

"Hahah, lucu sekali, Mom." Ejek Karel mendengar canda ibunya.

Karel melompat pagar halaman Susan. Ia menyalakan senter di tangannya. Rumah itu mirip rumah kakeknya. Hanya sedikit kotor dan lembab.

Ia berjalan menuju pintu belakang Susan. Rumah itu gelap. Hanya lampu di lantai dua, kamar Susan yang menyala.

Lalu belum lagi ia menghampiri pintu dapur, tiba2 terdengar suara benda jatuh dan pecah. Di susul jeritan suara Susan, lagi.

Karel segera menggedor pintu dapur itu.

"Susan. Apa kau di dalam? Apa yang terjadi? Kau baik2 saja?" Teriak Karel.

Karel tidak tahu kalau apa yang dia lakukan malam itu adalah awal dari masalah besar yang akan dia hadapi selama liburan musim panas ini.

Awal dari sesuatu yang mengerikan... Dan mematikan.

*toBeContinue

Cerpen by: Fadly Affandy.

Nurwahidah Idha Sambungannya kpn? Penasaran euy
Muhammad Fadly Affandy
Muhammad Fadly Affandy Insha Allah dalam waktu dekat ini. Mksh sdh baca.
Andrianto Anwar
Viel Ares
Viel Ares Seperti biasa kak Tulisan kak Fadly selalu bikin penasaran keren kak seruuuu
Muhammad Fadly Affandy
Muhammad Fadly Affandy Terima kasih banyak dek. Iye ditunggu lanjutannya nah. Sabar. Hehehhe.
 
"Take a Smile"
(story by fadlyragent)

"hoi.. Dipanggil boz tuh" Awal memukul mejaku, "Dari tadi melamun aja."

Aku terperanjat kaget di tempat dudukku. "ohh, iya.. Maap" aku segera merapikan beberapa berkas di atas meja dan langsung berdiri menuju ruangan Mas Guntoro, atasan ku di Kantor.

Satu jam kemudian aku keluar dari ruangan itu dgn wajah di tekuk. Awal yg melihat itu langsung menghampiriku, duduk depan meja kerjaku.

"Kenapa bro? Kena marah lagi?" tanyanya.

Aku mengangguk lemas. "ini berkas laporan pameran Dian harapanku belum kelar.. Harus selesai hari ini katanya.."

"kamu sih, gak fokus.. belakang ini kamu sy lihat sering melamun, sdh tiga hari. Kerja jadi berantakan. dan Lebih banyak diam. Ada apa?"

"gak ada wal, gak ada apa2"

"yakin brother?" Awal menarik kursinya makin dekat.

"Kamu ngapain duduk dekat2.. Sana ah, nanti di lihat Mas guntoro. Entar dikira kita ngerumpi, gak kerja.." aku mendorongnya menjauh. Tapi dasar Awal, klo dilarang ia gak pernah dengar, malah makin menjadi2.

Awal msh duduk di sampingku. Senyum2 sendiri. "lagi ada masalah sama 'mamanya anak2' yah?" ejeknya.

"gak ah.. kata siapa? Enak aja.." Aku mulai mengetik laporan penjualan pameranku di komputer, sedikit mengalihkan perhatian dari gangguan mahkluk 'alien' di sampingku ini.

"lah, lantas apa dong?" Awal mengambil bb ku yg tergeletak di atas meja, aku segera mengambilnya kembali sebelum ia membuka2 Hal2 pribadi di bb ku. lalu aku menaruh bb itu dalam laci, menutupnya dan menguncinya.

Klo ada Awal memang seperti itu, gak boleh taruh barang sembarangan, apalagi Hp, kunci motorku saja kerap kali di sembunyikan. Suatu waktu, aku kelabakan mencari kunci motor, hampir tiga jam aku mencari, dan akhirnya aku temukan dimna? Di tempat sampah. Yah, kunci motorku itu ada di tempat sampah. Dan Awal lah biangkeroknya. Gilak gak? Orang yg aneh memang.. tongue emotikon

"dibilingin gak ada apa2 Awal. Aku baik2 saja.. Ok?"

"yah sudah klo tdk mau cerita.." Awal berdiri dan berjalan perlahan keluar dari ruangan.

Ketika Awal keluar, aku berhenti mengetik. Kusandarkan punggungku pada sandaran kursi. Menarik napas beberapa kali. Sebenarnya memang ada sedikit masalah, tapi aku gak mood cerita pada siapa2. Biarlah ku jalani sendiri, toh semua masalah pasti ada Jalan keluarnya.

Di Al-Quran saja mengatakan "SESUNGGUHNYA BERSAMA SETIAP KESULITAN ADA KEMUDAHAN"
Kalau gak salah surah Al-Insyirah ayat 6.

Aku beristigfar beberapa kali dan mengambil Quran kecil yg selalu aku bawa dalam tas. Aku mulai membaca surah Al-waqiah. Entah Kenapa aku suka sekalih surah itu, jika hati lagi dilanda gundah gulana sering kali aku membaca surah favoritku itu. Selain menenangkan, Mungkin karena dalam surah Al-waqiah itu menjelaskan tentang tiga golongan manusia saat hari kiamat dan terciptanya Bumi, langit dan alam semesta sebagai bukti kekuasaan Allah Subbahanau wata'ala, itu yg membuat aku merasa terestar kembali ketika selesai membacanya.

Selesainya membaca Al-waqiah, Mataku melirik jam di dinding, waktu menunjukkan pukul 14:46. Astagfirullah, aku baru sadar perut ini belum di isi. Segera aku merapikan mejaku, mematikan komputer dan hendak mengenakan sepatuku. Klo di kantor aku memang lbh sering lepas sepatu dan kerja pake sandal, Lebih rileks. Dan siang itu saat hendak mengenakan sepatu, aku baru sadar kalau ada yg aneh, sepatuku sebelahnya tidak ada. Dimana sih, padahal tadi aku taruh di bawah meja deh..

Atau Jangan-Jangan....

"Awaaaaaalll...." aku berteriak. Pasti si Awal pelakunya.

DAMN!!
 
YO TE AMO!!
(cerpen)

"ini sertifikat rumah nya, pak. Ini yang di jalan alaudin, perumahan Graha Satelit." kata Pak Gatot, marketing Bank BTPN ketika menyerahkan beberapa berkhas sertifikat ke arahku.

Aku yang duduk di sampingnya segera mengambil sertifikat itu dan mulai mempelajarinya. Aku membuka lembar demi lembar, melihat luas tanah dan nama yang tertera di sertifikat.

"kalau yang rumah ini Pak Cornelys mengatas nama kan istrinya yah?" aku bertanya setelah melihat sertifikat, tapi lebih mirip pernyataan sih dari pada pertanyaan. Sebab tanpa aku tanya pun aku sudah tahu, karena yang tertera di sertifikat bukan nama Pak Cornelys Hartawan, selaku Nasabah Bank BTPN yang mengajukan pinjaman kredit, melainkan nama seorang wanita. Dan bisa aku tebak kalau itu adalah nama istrinya. Karena pada umumnya memang seperti itu yang biasa aku dapati.

"betul sekalih, Pak Fadly. Memang yang rumah di Graha satelit diatas namakan istrinya Pak Cornelys" jawab Pak Sokra, pimpinan Marketing yang duduk di bangku depan dekat supir. Aku bertanya sama pak gatot tapi yang jawab malah Pak Sokra, pimpinannya. Pak sokra sempat menatap ku dari kaca spion tengah dan tersenyum. "Memang kalau seorang Appraisel pasti matanya sangat lihai jika memeriksa Sertifikat. Luar biasa." puji Pak sokra.

"Ah Gak pak, ini hanya karena kami sudah terbiasa saja menghadapi seperti ini. Sudah profesi kami sebagai penilai properti harus teliti pak." jawabku sekenanya. Lalu aku tertawa kecil dan pak Sokra pun tersenyum mendengar jawabanku.

Mobil Avanza hitam yang kami naiki sempat menginjak lubang di jalan pettarani dan membuat kami semua sempat terlonjak dari tempat duduk. Aku mendengar pak Sokra langsung menegur driver nya agar ia lebih hati2 membawa mobil.

"Nah ini dia rumahnya Pak." kata Pak Gatot mengumumkan saat mobil kami mulai memasuki pintu gerbang perumahan yang di atasnya tertulis: PERUMAHAN GRAHA SATELIT INDAH.

Ketika driver mencoba memakirkan mobil di depan halaman rumah Pak Cornelys, akupun buru2 merapikan berkhas sertifikat di pangkuanku, memasukkan nya dalam tas ranselku lalu mulai turun dari mobil saat mobil sudah terparkir rapi tepat di depan rumah pak Cornelys.

Rumah pak Cornelys terbilang rumah mewah di banding rumah2 disekitarnya. Berlantai dua dan punya halaman depan dan halaman samping yang lumayan luas untuk bermain basket.

Baru melihatnya saja aku sudah bisa menebak kalau rumah ini baru2 saja di renovasi. Paling tidak dalam kurun waktu dua tahun ini. Itu terlihat dari rumah tetangga2 nya yang masih bangunan asli berlantai satu. sedangkan rumah pak Cornelys sudah dipugar sana sini menjadi rumah berlantai dua yang bernilai milyaran.

Tidak heran untuk seorang pak Cornelys pengusaha batu bata yang memiliki tanah 5 hektar di jalan samata yang diatasnya berdiri pabrik batu bata dengan lima alat berat eskavator yang harganya pun milyaran, jadi untuk rumah seperti ini hal yang wajar dimilikinya. Orang cina memang hebat dalam hal bisnis. Tidak takut mencoba dan tdk takut mengambil resiko.

"ayo masuk pak Fadly" panggil Pak Gatot yang sedari tadi sudah masuk ke dalam ruang tamu bersama Pak Sokra.

Ketika aku masuk di dalam aku sudah melihat Seorang bapak paruh baya, berdarah cina duduk di ruang tamu bersama pak sokra dan pak gatot.

Mungkin ini yang dibilang pak Cornelys. Kataku dalam hati.

Dan benar saja dugaanku.

"Oh ini yang dari Appraisel independent bank BTPN, yah? Dari KJPP mana?" tanya pak Cornelys padaku saat aku menjabat tangannya. KJPP adalah singkatan dari: Kantor Jasa Penilai Publik.

"Dari KJPP Hari Utomo, pak" jawabku sembari tersenyum dengan sopan.

"Siapa namamu?" ia bertanya lagi.

"Fadly, pak."

"Masih kuliah yah?"

"ia pak, masih kuliah, tapi kuliah S2 di Umi".

"Oola sudah S2, toh? Kirain masih S1. Wajahnya masih kayak anak belasan tahun." canda pak Cornelys sambil melempar senyum ke arah kami satu persatu.

"ah, bapak bisa aja. Sudah bawaan begini pak. Mau gimana lagi" ujarku. Spontan pak Cornelys dan Pak gatot serta pak Sokra tertawa berbarengan.

"Oh iya, pak. Saya langsung saja. Ini soal tanah kosong bapak yang di jalan Samata" kataku kemudian. Kembali ke topik utama. "tadi kami ke sana dan saya sudah foto2 tanah bapak juga. Cuman tanah ini kan ada lima sertifikat. Nah, masing2 pasti bentuknya beda, sesuai yang ada di gambar situasi sertifikat. Yang jadi masalah, susunan dan bentuknya itu bagaimana yah? Sebab pasti bapak yang lebih tahu karena bapak yang punya tanah pasti lbh paham letak2nya."

Sejenak Pak Cornelys menggut2. Lalu ia menyuruh ku mengeluarkan sertifikat tanah kosong yang di jalan samata dan mulai mencocokkan nya dan mulai memetakkan layaknya seperti serpihan2 puzzle yang akan di satukan.

Tidak sampai lima menit pak Cornelys berhasil menyatukan lima sertifikat menjadi satu. Gambar tanahnya jika di satukan malah mirip pulau papua, memanjang seperti hewan mamalia.

Setelah mendapatkan gambaran letak tanah2 di jalan samata, aku minta izin ke Pak Cornelys untuk melaksanakan tugasku berikutnya, yaitu menilai rumah mewahnya ini yang ia tempati. Tugasku sebagai penilai atau appraisel di lapangan memang kedengaran mudah, hanya foto2 property yang mau di nilai, kemudian mengukur luasan nya dan di gambar pola rumahnya pada fhom survei yang kami bawa setiap kali kamu turun kelapangan. Hanya itu. Tapi itu baru tahap awal, msh banyak beberapa langkah lagi yang harus di jalani hingga kami bisa mendapatkan data pasar atau nilai pasar rumah tersebut. Kalau aku jelaskan di sini bisa jadi panjang lebar seperti novel. Dan aku yakin kalian pasti akan bosan membacanya.

Aku izin pada pak Cornelys meninggalkan ruang tamu dan mulai mengeluarkan Handphone ku untuk memotret semua sisi rumah pak Cornelys. Semuanya. Mulai dari tampak depan, teras, halaman, ruang tamu, dapur, kamar tidur hingga toilet pun jadi sasaran bidikan kamera handphone ku. Yah, sudah seperti itu tugas kami. Aku memulai dari lantai satu terlebih dahulu.

Kalau mau jujur, arsitektur rumah pak Cornelys tergolong biasa saja, mirip rumah pada umumnya. Hanya saja perabot2nya yang membuatnya tampak mewah dan berkelas.

Aku berhenti sejenak di sebuah kamar di lantai dua. Kamar anaknya pak Cornelys sepertinya. Karena kamar ini dindingnya berwarna pink dan banyak boneka tertata rapi di rak lemari di sisi ruang kamar. Saat aku masuk kakiku menginjak karpet bulu putih yang sangat empuk. Karpet bulu itu hampir menyelimuti seluruh ruang kamar ini. Aroma terapi langsung menusuk hidungku. Harum sekalih kamar ini. Kamar seorang anak perempuan, tidak heran kalau begini harumnya. Aku mulai memotret sana sini dan berhenti di sebuah meja rak yang di atasnya berdiri beberapa bingkai foto.

Kuperhatikan satu demi satu foto2 itu. Dan jantungku serasa berhenti berdetak saat mataku memandang seseorang di dalam bingkai foto di hadapanku ini. Aku meraih bingkai foto itu dan memicingkan mata agar melihat lebih jelas. Sepertinya aku kenal orang yang ada di foto ini. Tapi siapa yah? Aku tidak bisa mengingat nya dengan baik. Tapi aku yakin, wajah di foto ini sangat familiar sekalih di mataku.

Belum juga dapat jawaban siapa orang di dalam bingkai foto itu, tiba2 seseorang masuk dalam kamar ini dan berkata "ada yang bisa aku bantu?".

Aku kaget dan hampir menjatuhkan bingkai foto yang aku pegang. Buru2 aku meletakkan bingkai foto itu pada tempatnya semula dan berbalik menatap orang yang masuk ke dalam kamar ini.

Bukan main kagetnya diriku saat melihat siapa gerangan yang masuk.

"Fanie?"

"kak fadly?"

"Ka..kamu ngapain di sini?" tanyaku kaget.

Fanie adalah seorang gadis yang dua bulan lalu aku kenal di bandara kendari saat aku hendak pulang ke Makassar liburan lebaran kemarin. Dia mahasiswi jurusan farmasi di universitas Hasanuddin, Makassar.

"Loh, mustinya aku yang bertanya, kak Fadly ngapain di dalam kamar ku?" kata fanie dengan wajah bingung.

"Hah? A..apa? Ini kamar mu?" aku kelagapan dan kaget mendengar kata2nya.

"iya, ini kamar ku" Fanie melipat kedua tangannya di depan dada sambil senyum senyum.

"kalau ini kamarmu, jadi Pak Cornelys itu..."

"Ayahku.." jawab Fanie mantap.

Bersambung...

 

"SEMUA KARENA ALLAH"

Kota Lasusua yang terletak di kolaka utara, Sulawesi Tenggara ini sedikit berbeda dengan kota2 yang sudah aku datangi. Misalnya saja di kota bau2, klo di kota bau2 jam 5 subuh sudah mulai ramai dengan para pedagang yang hilir mudik, di tambah dengan para pemuda yang hampir mayoritas berprofesi sebagai ojek sudah mulai turun ke jalan mengais rezeki.

Tapi lain hal dengan kota Lasusua, tempat ku berada sekarang. Klo kota ini aku juluki kota silence alias kota sunyi senyap. Kenapa? Karena malam hari saja jam 8 malam kota sudah sangat2 sunyi. Di jalan2 sudah tidak ada manusia berkeliaran. Sejauh mata memandang pun lebih banyak kegelapan yg kau temui, karena lampu jalan sepanjang jalan Lasusua tidak ada. Ada sih, tapi hanya beberapa saja dan itupun sdh tidak nyala, entah sudah rusak karena di lempar pejalan kaki yang tdk bertanggung jawab atau memang sengaja tdk di nyalakan oleh pemerintah setempat. Entah lah.

Hotel tempat aku nginap namanya Hotel Sawindu. Yang katanya konon hotel ini paling bagus dan nyaman di kota Lasusua. Hhhmm, aku sedikit sangsi dengan hal itu. Waktu awal masuk, aku lihat model hotelnya lebih mirip perumahan BTN, kamar2 nya terpisah pisah seperti perumahan. Sangat luas, Meskipun tdk bertingkat, lebih mirip mess malah.

Soal kamar, aku sudah ambil yang paling bagusnya, dan maap bukannya aku tdk mensyukuri atau suka mencela, tapi suer kamarnya jauh dari kesan bagus, apalagi baik?. Hehheheeh. Pertama, remote TV nya rusak. Kedua, Plafon kamar ada yg rusak akibat air yg bocor. Dan AC kamarnya tdk beroperasi dengan baik, mesinnya ributnya bukan main. Bayangkan, klo kamar hotelnya yg paling bagus seperti ini gimana kamar yg standar nya? Bahkan kamar ponakanku di Kendari jauh lebih bagus dari ini. grin emotikon

Harganya pun tdk sesuai dgn kondisi kamar ini. Tapi klo soal harga tdk masalah, soalnya semua kebutuhan ku mulai akomodasi sampai penginapan Alhamdulillah di tanggung sama kantor.

Satu hal yang paling aku suka dengan hotel ini hanya satu, Masjid nya. Yah, hotel ini punya masjid sendiri yang berdiri tepat di samping kamar yang akan aku nginap. Aku Senangnya bukan main. Yah, aku senang sebab aku tidak perlu susah2 lagi cari masjid untuk sholat berjamaah nantinya.

Tapi ternyata aku salah. Klo di kota2 lain yg pernah aku datangi aku biasa terbangun karena mendengar azan berkumandang di waktu subuh, tapi di sini berbeda. Yah, beda sekalih. Tadi subuh saja aku hampir telat bangun, jam 4:45 subuh aku bangun dan memasang kuping untuk mendengar suara azan, tapi tdk satupun azan terdengar saat itu.

Kusibak horden kamarku untuk mengintip ke luar ke arah masjid di samping kamarku. Astagfirullah, jangankan dengar suara azan, lampu masjid saja masih mati, belum ada yang nyalain.

Kemana semua orang? Kenapa tidak ada yang membunyikan masjid dan azan subuh untuk sholat berjamaah? Maka buru2 aku turun dari ranjang, cuci muka, kumur dan ambil wuduh. Ku sambar sarung yg tergeletak di atas TV dan buru2 keluar kamar.

Ketika sampai ternyata masjidnya terkunci. Aku buru2 ke resepsionis membangunkan nya. Sesampai di sana sang resepsionis lagi terlelap tidur. "bang, minta kunci masjidnya dong" kataku sambil mengoyang2kan kakinya.

Abang itu terbangun dan kaget melihatku.
"kunci.. Kunci masjid, ada gak? Aku mau sholat." kataku lagi.

"di dalam laci. Ada gantungan boneka warna kuning. Ambil saja di situ." katanya sambil menarik sarung nya menutupi mukanya.

"Ok, Makasih bang." kataku senang. "eh, abang gak sholat? ayo sholat berjamaah di masjid, bang."

"gak. Sudah sana. Menganggu saja. Aku Lagi halangan." jawabnya.

Aku tertawa mendengar jawabannya. "ya udah bang. Semoga abang halangan juga nanti saat masuk surga kelak. Makasih bang."

Buru2 aku berlari kecil ke arah masjid. Kamar2 yang aku lalui semua lampunya mati. Ternyata Penghuni sini masih pada nyaman diatas ranjang Masing2. Aku geleng2 kepala sambil membuka pintu masjid. "masih pada tidur semuanya" aku bergumam sendiri.

Aku menyalakan lampu, mixer dan mulai azan. Jujur aku salah satu orang yang paling tidak pede untuk azan, sebab aku sadar suaraku sangat cempreng sekalih. Tapi untuk situasi begini aku tdk terlalu peduli hal itu.

Setelah selesai azan aku mulai melihat satu persatu lampu kamar hotel menyala. Mungkin mereka terbangun dan heran mendengar suara azan yang tidak pernah mereka dengar sebelumnya. Atau bisa jadi mereka terbangun karena terganggu dengan suara ku yg cempreng. Entah lah. Hehehhe.

Tapi yang pastinya, karena ulah ku itu beberapa penghuni hotel ada yang bangun untuk ikut sholat berjamaah di masjid ini. Alhamdulillah, Meskipun saft depan tidak penuh tapi aku syukur aku bisa memakmurkan masjid, Rumah Allah di kota ini.

Ketika selesai sholat, ada seorang bapak menghampiri ku, "kamu dari mana, nak?" tanyanya.

"dari Kendari pak. Tapi kemarin nginap di kolaka." jawabku.

"oh, Gitu. Terima kasih nak kamu sudah azan dan membangunkan kami." katanya.

"ah, gak papa pak. Sama2. Bukankah sudah seharusnya kita sebagai seorang muslim terutama lelaki untuk berjamaah di masjid?"

"iya benar nak." katanya.

Aku ucapkan salam dan kami berpisah, ku lihat bapak itu masuk kedalam kamarnya. Dan akupun masuk ke kamarku dan mulai tadarussan
 
"SEPENGGAL KISAH DI RUANG TUNGGU"

"hati-hati, yo. Baca Bissmillah.. Ingat Zikir" pesan Kak Iwan saat aku jabat tangannya.
Kulemparkan senyum ke arahnya. Di sampingnya berdiri Seorang wanita berjilbab pink, namanya Kak santi, yang tdk lain adalah istrinya.

"Salam sama mama, nah". Pesan kak santi sambil membalas senyumku.

"iya kak. Insha Allah" kataku. Sekali lagi aku pamit dan mengucapkan salam. kemudian kulihat keduanya masuk kedalam mobil dan meluncur pergi.

Selepas itu aku berbalik dan mendorong kopor berwarna hitam yg penuh dengan pakaianku. Tas ransel abu2 juga bertengker di belakang punggungku. Tangan yg satupun memegang bungkusan dalam kardus, isinya camilan khas kendari, ole2 buat ibu dan keluarga di makassar.

Hari ini tanggal 1 oktober 2014 bertepatan dgn hari kesaktian pancasila, aku akan berangkat dari kendari berlibur ke kota Makassar. Insha Allah aku akan berlebaran Haji di sana dengan sanak saudara. Senang? Bukan senang lagi, semua bercampur aduk. Senang, iya. Sedih, iya. Kenapa sedih? Yah karena harus meninggalkan beberapa teman kantor dan apalagi meninggalkan ponakan2 ku di kendari yg menggemaskan seperti malaikat2 kecil yg tdk ada habisnya membuat bibirku perih karena selalu tersenyum dan tertawa bersama mereka.

"tiketnya, mas?" seorang pria yg menjaga di pintu masuk bandara membuyarkan lamunanku.

Aku membuka Handphone ku dan memperlihatkan nomor pesawat yg ada dalam Handphone.

Pria itu mengganguk dan menunjukkan tempat di mana aku harus antri untuk print out tiket dan bagasikan koper ku.

Saat menuju antrian tiba2 seseorang yg terburu2 menabrakku, hingga tentengan dan jacket yg ku pegang jatuh.

"Ma..maap dek.." kata orang itu yang ternyata Seorang ibu2 dengan jilbab hitam dan gaun dres panjang menutup sampai ujung kakinya. Ia menunduk dan membantuku mengambilkan jacketku.

"Hehhehe. Gak papa bu. Gak papa." aku ikut menunduk dan mengambil jacketku dari tangannya.

Ibu itu terus mengucapkan maap sampai membuatku jadi tdk enak hati. "benaran gak papa bu. Hehehhe. Ibu naik pesawat apa? Mau ke mana?" aku mencoba mengalihkan perhatian.

"pesawat Lion air. Mau ke Makassar. Jam 11:30" jawab ibu itu. Masih dengan senyum bersalahnya. "siapa nama kamu, nak? Sendiri? Mau ke mana? Makassar juga?"

Aku menggangguk, "Insha Allah bu, mau ke Makassar. Nama sy Fadly. Iya, sy sendiri. Kalau ibu sendiri juga?"

Baru saja aku bertanya begitu tiba2 muncul seorang gadis berparas manis dan anggun dari belakang ibu itu. Gadis itu menyapa sang ibu. Kulihat rambutnya yg panjang hitam tergerai mulus di bahunya. Kelihatan sekalih ia sangat merawat rambutnya. Dan aroma parfumnya yg elegan menusuk sampai ke hidungku. Membuat siapa saja akan menyukai baunya, terlebih kaum adam.

"bunda, maap lama. Ini minumnya. Tadi di toilet antri." kata gadis itu pada ibu itu. "dan toiletnya, Astagfirullah jorok banget, bun. Kalau saja bukan karena kebelet Fanie gak mau buang air disitu."

"oh yah? Tapi sdh buang air kan?"

Gadis itu mengangguk.

Karena tak enak hati, akupun berbalik perlahan hendak pergi meninggalkan mereka berdua, tapi...

"Hei, nak fadly. Mau ke mana?" panggil ibu itu.

Aku berhenti dan berbalik, "Eh, anu.. Aku mau.." jawabku kikuk. Kugaruk belakang kepalaku yg sebenarnya tdk gatal sama sekalih.

Ibu itu kembali menghampiriku, diikuti anaknya.

"nak fadly kenalkan ini anak ibu, fanie namanya" kata ibu itu memperkenalkan anaknya. "Fanie ini fadly. Fadly juga mau ke Makassar. Satu pesawat dengan kita" kata ibu itu pada anaknya.

Fanie terseyum. Senyumnya manis. Ada garis senyum malu2 yg tersungging di bibir merahnya.

"hai.." kataku. Hanya itu yg bisa keluar dari mulutku. Entahlah, aku bingung mau bilang apa saat itu. Hehehhe.

"Kak fadly kuliah?" tanya Fanie saat di ruang tunggu. Sementara sang ibu sedang sibuk menelpon tak jauh dari tempat kami duduk.

"Hhhmm, iya. Eh, maksudku tdk. Aku.. Kerja. Tapi kemarin sempat kuliah S2 tapi cuti dulu karena kerjaan" jawabku. Aku geser dudukku sedikit jauh darinya. Sedari tadi aku baru sadar kalau fanie duduk terlalu dekat denganku.

"oh, kakak S2? Hebat dong. Fanie S1 saja belum kelar. Susah.." kata dia, yg lebih kedengaran curhat. Ia kembali menggeser duduknya lebih dekat denganku.

"hmmm, mang fanie ambil jurusan apa?" aku geser lagi dudukku perlahan menjauh.

"farmasi, kakak". Jawabnya. Kali ini dia menatapku. Ia masih menatapku hingga membuatku salah tingkah. Lalu aku berpaling memandang ke arah lain.

"oh, farmasi.." gumamku.

Hening untuk beberapa saat. Aku dan fanie terdiam. Terdengar pengumuman dari pengeras suara kalau penerbangan untuk pesawat dari jakarta menuju makassar akan tiba.

"kakak, fanie boleh tanya?" tanya fanie kemudian.

"iya boleh.." aku mengangguk pelan.

"kakak sudah punya pacar?"

"eh.." aku terperanjat kaget di tempat dudukku mendengar pertanyaan itu. Saat akan menjawab tiba2 sang ibu datang. Aku tdk jadi menjawab pertanyaan fanie karena sang ibu bercerita kalau keluarga besarnya sudah menunggu mereka di bandara Hasanuddin, makassar. Mendengar itu fanie senang sekalih.

Beberapa menit kemudian tibalah pesawat kami. Dan benar saja aku bersebelahan duduk dengan mereka.

Sesampai di dalam pesawat sang ibu tdk berhenti bercerita sepanjang perjalanan. Fanie sempat tertidur. Jadilah aku pendengar setia yang harus mendengar semua kisah2 perjalanan dan pengalaman ibu nya fanie. Sampai telinga ini panas dibuatnya. Hehehhe..

Sebelum turun, sang ibu sempat meminta nomor Handphone ku. Aku memberikannya. Dan fanie pun meminta nomor pin bbku. Tapi dengan beribu macam alasan aku menolaknya dengan halus, "kalau butuh sesuatu bisa lewat sms atau telpon saja, dek" jawabku.

Fanie mengangguk saat itu, terlihat kecewa meskipun berusaha di tutupinya.
Sebelum berpisah, aku berbisik di telinga Fanie, "kakak belum punya pacar. Tapi sudah punya calon istri, insha Allah.." kataku.

Setelah berkata begitu aku mengenakan jacket dan lalu melangkah pergi. Dari balik pantulan kaca bandara aku melihat fanie menatapku pergi menjauh, tentu saja mimik kecewa masih terpampang nyata di wajahnya yg manis itu.

 
"SAFE FLIGHT"
Part two.

Cerita sebelumnya:
(Fadly mendapat tugas dinas luar kota ke kota Padang. Ini kali pertama buatnya mengunjungi kota Minang tersebut. Tentu ini akan menjadi pengalaman yang menyenangkan buatnya.

Tapi ternyata fadly keliru. Justru perjalanan ini akan menjadi perjalanan yang paling mengerikan dalam hidupnya.

Pesawat yang ia tumpangi melewati awan kolonimbus. Dan mengalami turbulance (menipisnya udara dalam pesawat).

Peristiwa ini sama persis dengan kecelakaan yang di alami pesawat naas Adam air beberapa tahun lalu.

Bagaimana kelanjutan cerita "Safe Flight" Part two ini? Bagaimana nasib pesawat yang di tumpangi Fadly? Jika kalian punya penyakit jantung, kami sangat melarang kalian membaca kisah ini. Ini hanya untuk mereka yang punya nyali.

Selamat membaca!!!

***
Aku tidak bisa bayangkan kalau saja badanku tidak dililit sabuk pengaman mungkin aku sudah terbang menghantam langit2 pesawat dan terbentur ke sana ke mari seperti barang2 dan koper2 milik penumpang pesawat yang kini berhamburan dalam pesawat. Tapi untungnya sabuk pengaman ku baik2 saja, terlilit dengan kencang di pinggangku. Jadi aku aman di tempat ku duduk.

Pesawat kami masih berguncang dengan hebat, membuat semua bagasi barang di atas kepala kami terbuka dan semua isi bagasi tumpah ruah di dalam pesawat.

Beberapa barang terbang dan menghantam kepala seseorang yang kemudian menjerit kesakitan.

Susana dalam pesawat begitu mengerikan. Jeritan, suara deru pesawat yang dihantam cuaca buruk serta bunyi mesin pesawat yang seperti akan meledak membuat Susana sangat mencekam.

Tiba2 aku merasa sesak napas. Udara di sekitar kami seolah menipis. Ku pegang leherku yang kering. Ada apa ini? Apa udara dalam pesawat mulai
Berkurang? Mana masker darurat yang selalu di peragakan pramugari2 sialan itu ketika kami naik pesawat? Katanya masker oksigen akan keluar seketika saat pesawat mengalami turbulance? Tapi kenapa masker itu belum keluar juga?

Aku menatap penumpang di sampingku. Ia pun menatap ke arahku dengan wajah memucat dan nyaris membiru karena kekurangan oksigen.

Aku mencari2 sesuatu di atas kepalaku. Menatap sekelilingku, beberapa penumpang ada yang mulai pingsan karena kekurangan oksigen.

Ya Allah, aku akan mati. Pikirku. Aku akan mati di pesawat naas ini.

Tidak. Tidak bisa begini. Aku tidak bisa berdiam diri. Aku harus melakukan sesuatu agar aku tidak kehabisan napas.

Pesawat masih saja berguncang hebat.

Ku angkat tanganku yang lemas untuk mencari-cari tombol di atas kepalaku. Sementara tanganku meraba-raba tiba2 masker udara sialan itu keluar dari tempatnya.

Beberapa penumpang yang masih sadar segera meraih masker yg tergantung di hadapan muka mereka, termasuk aku. Ku rekatkan karet masker ke belakang kepalaku dan memasangnya hingga menutupi hidung dan mulutku. Ketika masker itu terpasang aku mulai bisa bernapas lega.

Aku melirik penumpang di sampingku. Ya Allah, dia pingsan. Pria di sampingku itu tidak sempat memakai maskernya. Dia kehabisan napas.

Segera aku meraih maskernya dan membantu memasang masker ke ke hidung dan mulutnya. Semoga ia masih bisa bernapas.

Menit berikutnya pria itu tersadar sambil terbatuk2. Aku tersenyum padanya. Untunglah.

Tiba2 pesawat berhenti berguncang. Awalnya aku pikir semua kembali seperti semula.

Tapi ternyata aku salah. Justru kejadian berikutnya malah makin mengerikan.

Terdengar suara ledakan di luar pesawat. Ledakan yang cukup keras dan mengguncang pesawat kami.

Lalu di susul perlahan pesawat kami miring ke kanan, miring dan miring. makin miring sehingga aku sadar pesawat ini terbang dalam keadaan terbalik 180 derajat.

Yah, pesawat kami terbang dalam keadaan terbalik. Dan Kalian bisa bayangkan bagaimana keadaan kami dalam pesawat?

Aku langsung memegang lengan kursi erat2 agar badanku tidak terhempas ke langit2. Barang2 penumpang yang tadinya terjatuh di lantai kini berhamburan di langit-langit pesawat. Melayang-layang.

Tiba2 aku melihat Sebuah koper kecil terbang ke arah ku dengan kecepatan tinggi. Segera aku menunduk hingga koper itu mengenai bangku dan terlempar ke belakang.

Hampir saja!!

Astagfirullah, kalau saja aku tidak menghindar mungkin kepala ku ini sudah jadi perkedel.

Aku menelan ludah. Badanku gemetaran. Sumpah, Aku takut setengah mati.

Seorang ibu2 menjerit ketika sabuk pengamannya lepas. Ibu2 itu terhempas ke langit-langit dan kepalanya berdarah ketika menghantam bagasi pesawat.

Disusul seorang pemuda dan bapak2 ikut terhempas ke langit2.

Pemuda yang satu masih lebih beruntung sebab ia spontan memegang lengan kursinya dengan kedua tangan hingga ia tidak sempat membentur langit-langit.

Aku melihat pemuda itu melayang seperti layang2 yang di ikat ke udara.

Aku panik dan ketakutan sekalih. Untung sabuk pengaman yang mililit tubuh ku kencang dan tidak rusak.

Posisi kami penumpang pesawat kini seperti ikan asin yang di gantung terbalik di atas loteng.

Rambut, tangan dan kaki kami terjuntai.

Tanganku terus memegang lengan kursi..

Ya Allah kenapa dengan pesawat ini?

Apa kami akan selamat?

Entah lah.

Hanya keajaiban yang bisa menyelamatkan kami saat ini.

Hanya jika Allah masih memberi kami kesempatan untuk hidup. Andai saja...

Disaat2 seperti ini, menjelang kematian, aku langsung meneteskan air mata. Aku takut mati. Yah, aku takut sekalih. Masih banyak dosa yang ku perbuat. Masih banyak impian ku yang belum aku wujudkan. Aku bahkan belum sempat bertobat atas dosa2 yang telah aku lakukan semenjak aku hidup.

Disaat begini, muncullah penyesalan. Terlalu banyak waktu ku terbuang sia2. Sekarang ajal akan datang menjemput.

"Kematian adalah bagian dari hidup"

Yah, mungkin ini saatnya.

Mungkin inilah saatnya aku meninggalkan dunia ini.

Ibu, Ayah, maafkan aku jika aku belum bisa jadi anak yang berbakti buat kalian. Maafkan jika aku lebih banyak membuat kalian susah dengan kelakuan dan sikap ku yang terkadang membangkang dibanding membuat kalian senang.

Maafkan aku.

"Sayap kapal.. Sayap kapalnya.." Seorang pria yang duduk di dekat jendela darurat tiba2 berteriak. "Sayap pesawat terbakar. Aku melihat api. Aku melihat petir menyambar sayap pesawat. Matilah kita.. Matilah kita.."

Hah? Oh, cukup sudah. Kali ini kami benar2 tamat!!!

Masih dalam keadaan terbalik, aku mencoba melihat ke jendela. Melihat sayap kapal kami yang katanya terbakar karena tersambar petir.

Hujan dan badai angin di luar sana kencang sekalih. Terlalu gelap untuk melihat ke luar dari posisi tempat ku duduk.

Aku hanya berharap pria tadi salah.

Kemudian, Tidak berapa lama pesawat perlahan berbalik kembali ke posisi semula. Tidak lagi terbalik. Barang2 yang tadinya di langit2 kini jatuh kembali ke lantai pesawat.

Kami semua langsung tersentak di tempat duduk kami masing2 saat pesawat kami terbang kembali dalam keadaan normal.

Beberapa penumpang yang pingsan yang terhempas tadi ke langit2 kini jatuh ke lantai pesawat dengan bunyi "Buuum" yang keras dan terdengar mengerikan.

Dan aku sadari pesawat kami sekarang sudah terbang melewati awan hitam dan badai mengerikan tadi.

Semua kembali normal.

Pesawat tidak lagi berguncang. Pesawat tidak lagi terbalik. Alhamdulillah ya Allah. Aku berkali-kali mengucap syukur dalam hati. Terima kasih ya Allah. Masa2 sekarat telah lewat.

Mungkin.

Dua Pramugari dan satu awak kapal segera berdiri dan menghampiri jendela darurat. Kurasa mereka mengecek dan mengamati sayap kapal yang katanya terbakar. Salah satu awak kapal berbicara di Walking Talk melaporkan keadaan sayap pada pilot di depan.

Dan dari tempat ku duduk aku melihat lewat jendela, ternyata benar. Sayap itu sempat terbakar. Aku melihat noda hitam bekas terbakar. Sayap itu lah yang menyebabkan pesawat ini oleng dan terbalik tadi.

Ternyata Pesawat kami terbalik di sebabkan sayapnya yang tersambar petir dan kehilangan kendali.

selebihnya semua baik2 saja.

Tapi masih ada satu masalah.

Beberapa penumpang banyak yang cedera parah. Kepala bocor. Leher patah karena terkena koper yang melayang. Tangan patah. Ada yang pingsan kehabisan oksigen saat turbulance dan masih banyak lagi cedera yang lain.

Dan asal kalian tahu, ada penumpang satu yang....meninggal.

Yah, meninggal.

Dia adalah Seorang bapak2 yang ketika pertama kali lepas landas kena serangan jantung di depan pintu toilet pesawat. Dan seorang wanita muda lah yang pertama kali menemukannya terbaring lemas depan toilet.

Bapak2 itu pula yang menabrak ku saat di ruang tunggu bandara. Ia berlalu begitu saja tanpa minta maaf padaku. Dan sekarang ia telah meninggal dunia. Aku harap arwahnya tidak gentayangan dan menghantui ku sebab aku belum memaafkannya atas perbuatannya di ruang tunggu. grin emotikon

Pramugari mencoba menenangkan kami. Pilot pesawat pun mengumumkan bahwa kami akan mendarat darurat di bandara terdekat.

Beberapa awak kapal membantu pramugari mengevakuasi penumpang yang terluka dan pingsan.

Suasana pesawat seolah berubah menjadi rumah sakit. Rintihan, tangisan dan kepanikan dalam pesawat tak ubahnya seperti kamar bangsal di dalam rumah sakit.

Setengah jam kemudian pilot mendaratkan pesawat ini di bandara Juanda, Surabaya.

Kami semua penumpang di tuntun turun satu Persatu oleh Team medis bandara yang sudah menunggu di luar pesawat.

Beberapa ambulans mengelilingi pesawat kami saat pesawat ini mendarat di bandara.

Team medis bergerak cepat dan hati2 menangani penumpang yang terluka.

"Di sebelah sana ada satu penumpang yang meninggal." Kata pramugari pada Team medis yang berlari melewati bangku tempatku duduk.

Aku masih saja duduk di tempatku.

Aku masih syok dengan apa yang baru saja terjadi pada kami.

Semua berlalu begitu saja. Semua kejadian ini seolah jadi peringatan buat kami.

Segera setelah turun dari pesawat aku sujud syukur. Aku menangis hebat. Menangis mensyukuri bahwa Allah masih memberikanku kesempatan untuk hidup.

Satu hal yang aku pahami dari semua ini adalah: "jangan pernah sia2kan waktumu. Sebab kematian bisa datang kapan saja."

"Kematian adalah bagian dari hidup"

Persiapkan dari sekarang!!!
 
The good Mother
Chapter 3

(Story by Fadly A)

Tuan Adam mencabut cerutu dari bibirnya, mengeluarkan kepulan asap ke udara dan menjatuhkan cerutu itu ke tanah. Cerutu itu lalu di injaknya hinggah gepeng.

Ia merapikan jas nya sebelum akhirnya mulai melangkah menuju mobil sedan hitam di hadapannya yg berjarak kurang lebih 100 meter, diikuti oleh 3 orang anak buahnya dari belakang yang kesemuanya berbadan besar dan kekar.

Mobil sedan hitam itu yang baru saja ia tabrak sekarang dalam keadaan terbalik dan hancur di beberapa bagian. Posisinya sudah bukan di jalanan melainkan terlempar keluar jalan hingga terguling-guling masuk ke taman kota.

Beberapa orang yang berada di lokasi hanya bisa berlarian dan tidak mau ambil resiko untuk mencampuri masalah itu.

Dengan langkah pasti dan mantap tuan Adam beserta anak buahnya berjalan makin mendekati mobil sedan itu yang di dalamnya terdapat istrinya, Natalie dan anak tirinya, Sarah.

"Keluarkan keduanya. Natalie dan anaknya." Perintah Tuan Adam pada ketiga anak buahnya. Ia berkacak pinggang sembari melihat ketiga orangnya menunduk untuk menangkap Natalie dan Sarah yang masih berada di dalam mobil sedan hitam itu.

Beberapa menit kemudian, Betapa kagetnya Tuan Adam ketika salah satu anak buahnya melapor bahwa di dalam mobil itu tidak ada siapa2. Kosong!!

"What's??" Teriak Tuan Adam berang. "Jangan main2. Bagaimana bisa mereka tidak ada di dalam mobil itu? Periksa kembali. Kalau mereka lolos nyawa kalian taruhannya."

Ketiga anak buahnya itu kembali mencari ke seluruh dalam mobil yang terbalik dan ringsek itu.

Tetapi tetap saja hasilnya nihil. Natalie dan Sarah tidak ada di dalam mobil itu.

"Goblok.." Tuan Adam langsung menonjok muka salah satu anak buahnya yang melapor untuk kedua kalinya kalau mobil itu kosong.

Merasa di permainkan, Tuan Adam maju dan menunduk untuk mengecek sendiri ke dalam mobil sedan itu. Dan benar saja di dalam mobil tidak ada siapa2. Kosong.

Tuan Adam tidak habis pikir bagaimana bisa kedua iblis itu, Natalie dan Sarah bisa lolos dari tabrakan itu? Tidak masuk di akal. Padahal ia lihat sendiri Natalie dan Sarah berada di dalam mobil ini saat ia menabraknya.

Atau jangan-jangan...

Tuan Adam tiba2 berdiri dan melangkah mundur.

"Kalian bertiga angkat mobil ini. Balik mobil ini ke posisi semula." Perintah Tuan Adam pada ketiga anak buahnya.

Tanpa di suruh dua kali Ketiga anak buahnya itu segera melakukan apa yang di perintah majikannya. Mobil itu dibalik ke posisi semula. Bunyi pecahan kaca dan retakan lempengan kap mobil terdengar saat mobil itu di balik.

Ketika mobil di balik dalam keadaan posisi semula, Tuan Adam melangkah maju. Dan ia langsung melihat sebuah lubang selokan yang mengarah ke saluran air taman kota.

Terjawab sudah kenapa Natalie dan Sarah tidak ada di dalam mobil tersebut. Rupanya ke duanya melarikan diri lewat lubang saluran air ini.

"Kejar mereka..." Perintah Tuan Adam berang.

***

"Tunggu bu, aku tidak sanggup lagi" Sarah berhenti berlari. Ia duduk sejenak diantara genangan air dan beberapa limbah sampah. Lengan kirinya terluka kena pecahan kaca mobil. Baju T-shirt merahnya nya bagian punggung robek hinggah memperlihatkan punggungnya yang tersayat kena pecahan kaca pula.

Natalie ikut berhenti. Ia menatap sejenak anaknya. Ia ingin sekalih masalah ini selesai. Tapi tentu saja harus butuh dukungan Sarah.

"Kita harus bergerak cepat nak. Sedikit lagi. Ibu janji akan membereskan semua ini. setelah ini selesai kita akan hidup normal kembali. Ibu janji itu."

"Lenganku sakit, bu" rintih Sarah sambil memegang lengannya yang terus mengeluarkan darah segar.

Melihat itu, Natalie kemudian merobek sedikit ujung rok nya untuk mengikat lengan Sarah yang terluka. Paling tidak itu akan menghambat sedikit pendarahannya, pikir Natalie.

Setelah lengannya di ikat dengan kain sobekan rok ibunya, Sarah merasa enakkan.

"Ibu jadi kelihatan sedikit seksi" kata Sarah ketika melihat rok ibunya yg mulai memendek hingga memperlihatkan seperempat pahanya, demi menutupi luka di lengan Sarah. "Seksi bingits!!" Kata Sarah tidak bisa menahan tawanya.

Kemudian keduanya tertawa.

"Lucu sekalih. Bukan kah ini malah akan membuat si Adam tergila-gila pada ibu?"

"Yeaah, aku tidak meragukan hal itu. Ibu memang mempesona."

Keduanya tertawa lagi.

Disela-sela tawa itu tiba2 Natalie mendengar suara derap langkah2 kaki di kejauhan.

"Sssst.." Natalie menyuruh Sarah diam.

Keduanya memasang telinga, berusaha mendengar dengan baik.

Yah, Ada orang yang datang mendekat.

"Cepatlah. Kita harus pergi dari sini. Ayah tirimu sepertinya sudah mencium jejak kita."

Natalie membantu Sarah untuk berdiri dan keduanya pun berlari dengan sisa tenaga mereka di antara selokan air bawah tanah, dengan banyak sampah dan puluhan tikus jalanan.

Sambil berlari Natalie mengeluarkan handphone dari sakunya dan menelpon seseorang.

"John. Aku butuh sedikit bantuanmu." Kata Natalie pada seseorang di seberang sana.

Sarah tahu John adalah pamannya, adik dari Natalie.

"Oh, yah tentu saja. Kau butuh bantuanku. Aku pikir kau sudah di habisi oleh suami konglomerat mu itu." Terdengar John berkata dengan santai.

"Aku butuh mobil dan pistol yang terisi penuh dengan peluru." Kata Natalie tidak mengindahkan ledekan John.

"Mobil? Kau bercanda? Ada apa dengan mobil Porsche yang kau pake? Jangan bilang kalau mobil itu sudah rata dengan tanah?"

"Yah, sayangnya kali ini tebakanmu benar."

"Oh, Astaga, Nat! Kau tahu kan harga mobil itu?"

"Kau akan mengambil 'jatah' ku setelah misi ini selesai. Aku masih banyak urusan dengan Si Adam. Dan aku harap kau dengan senang hati bisa mengirim pesanan ku dalam waktu 10 menit."

"OK. OK.. Kau bos nya. Katakan posisimu di mana."

Natalie menyebut posisinya dengan menyebut garis lintang dan titik koordinat, yang hanya di mengerti oleh Natalie dan John. Sedangakan Sarah sama sekalih tidak percaya kalau ibunya bisa menyebut posisinya dengan kode titik koordinat. Keren sekalih. Setelah ini berakhir ia akan meminta ibunya mengajarkan hal itu.

"Hhhhmmm, John kau masih di situ?" Tanya Natalie.

"Yah, tentu saja, Nat. Pesanan mu akan segera tiba. Beserta tiga orang ku."

"Tiga?"

"Kenapa? Apa itu kurang?"

"Kurang? Bukan kurang tapi kurasa itu Pemborosan. Karena aku tak butuh bantuan sebanyak itu. Aku bisa tangani ini. Ada Sarah bersama ku, kurasa itu lebih dari cukup".

Sarah langsung melotot ke arah ibunya.

"Aha. Itu jauh lbh baik. Anak dan ibu. Apa kau perlu aku kirim mantan suami mu ke situ juga supaya kalian bisa reunian keluarga, Nat?"

"Hahaha, lucu sekalih, John. Cepatlah bawa pesanan ku."

"OK, Nat. Dan aku harap kau masih hidup saat pesanan mu datang."

"Mustinya kau berkata Seperti itu pada Si Adam."

Natalie memutuskan telponnya.

Setelah berlarian cukup jauh di dalam selokan, akhirnya Natalie melihat sesuatu. Di atas mereka nampak penutup selokan yang mengarah ke atas jalan raya.

Natalie mempersilahkan Sarah naik lebih dulu yang kemudian di ikuti oleh dirinya. Ketika keduanya berada di atas, Sarah bisa melihat mereka berada tepat di tengah kota. Tak jauh di hadapannya berdiri sebuah gedung besar, yaitu sebuah Mall, pusat perbelanjaan terbesar di kota itu.

"Kita ke sana." Kata Natalie sembari menunjuk mall itu.

"Ke mall? Ibu bercanda? Untuk apa bu?"

"Shopping. Kau tentu tidak mau penampilanmu berantakan saat ketemu Ayah tirimu kan, si Adam?"

Sarah memutar mutar bola matanya dan tertawa.

To be continue!!

 
"The Good Mother" (Chapter two).
Cerpen By:
Fadly Affandy

Sarah menatap ibunya yang sedang berada di balik kemudi. Nyonya Natalie, ibunya tampak berbeda sekalih malam itu. Mengenakan setelan jas hitam ketat, dengan rok kulit hitam diatas lutut dan mengenakan sepatu hitam kulit ber hak 2 centi. Ia nampak seperti Agent khusus rahasia seperti di film2 action. Beda sekalih dengan penampilan ibu yang selama ini ia kenal. Yg ia tahu ibunya adalah wanita feminin dan lembut. Tapi malam ini beliau begitu berbeda. Entahlah, Sarah tidak tau berapa lama ia tidak pernah bertemu dengan ibunya. Mungkin Sebulan, dua bulan bahkan bisa jadi hampir setahun sejak ia bercerai dengan Ayah. Sejak saat itu mereka jadi jarang bertemu. Ada perasaan rindu bercampur aduk dalam dadanya. Klo mau jujur ia senang sekalih melihat ibunya malam itu, terlebih lagi pasca kejadian barusan di rumahnya. Dua orang tidak dikenal masuk ke dalam rumahnya, membunuh Ayahnya karena dua orang asing itu mencari Sarah yang di duga menerima transferan uang milyaran dari Natalie, yang konon ibunya itu ambil dari Pria pebisnis konglomerat, tuan Adam, yang tidak lain adalah suami baru ibunya. Sarah sempat mendengar pembicaraan dua orang asing itu bahwa Natalie membuat masalah dengan mencuri beberapa dokumen penting dan sejumlah uang milyaran. Dan parahnya sebagian uang itu di transfer ke rekening Sarah, mau tdk mau Sarah ikut terseret dalam masalah ini.

Untuk saat ini, hanya sebatas itu yang Sarah pahami. Selebihnya ia akan menanyakan beribu macam ipertanyaan kepada ibunya malam ini juga.

"Ibu.. Apa yang terjadi sebenarnya? Aku masih belum memahami semua ini bu. Kenapa ada dua orang asing mencari ku dan membunuh.... Ayah." Sarah bertanya kepada ibunya.

Natalie tidak langsung menjawab pertanyaan Sarah. Ia diam beberapa saat sambil menyetir mobil. Mereka sudah menyetir kurang lebih satu jam mengarah ke utara, meningglkan kota. Dalam perjalanan itu Sarah dan ibunya tidak berkata sepatah kata pun. Seakan keduanya sibuk dengan pikiran dalam kepala mereka masing2.

Di depan ada lampu lalu lintas menyala warna merah membuat ibunya menginjak rem dan berhenti. Lalu Natalie berbalik memandang Sarah, "pertama, ayahmu baik2 saja. Dua orang itu tidak membunuhnya" kata ibunya.

"Hah? Maksud ibu?"

"Ibu sudah menelpon ambulans dan mereka sudah membawa ayah mu ke rumah sakit. Ia aman. Ia bersama orang2ku. Kamu tenang saja. Ayah mu baik2 saja. Ibu pastikan itu."

Mendengar itu Sarah tentu saja senang. Ia bersyukur Ayahnya selamat.

Lampu lalu lintas kembali menyala warna hijau membuat ibunya menginjak gas dan melaju kencang. Sarah sempat tersentak di tempat duduknya. Ia tidak tahu kalau ibunya sudah jadi pembalap sekarang. Sarah kaget dengan beberapa perubahan ibunya. Apalagi ia tadi melihat ibunya baru saja menyelamatkan dirinya dengan menabrak salah satu pria asing yang ingin membunuhnya. Menabrak pria itu yang nyaris menghabisi nyawanya di depan rumahnya. Yah, ibunya baru saja menabrak orang untuk menyelamatkan dirinya. Seolah hal itu adalah hal biasa yang sudah ia lakukan tiap hari. Hebat! Sarah merasa sekarang sangat asing dengan ibunya. Seolah begitu banyak hal yg masih menjadi misterius tentang pribadi sosok orang yang telah melahirkannya ini. Seolah ada banyak hal yang ibu kandungnya itu tidak cerita kepadanya. Dan ia sebagai anaknya ingin menuntut semua penjelasan itu.

Akhirnya dalam sisa perjalanan di dalam mobil itu ibunya pun membeberkan semuanya. Ia bercerita kalau ibunya adalah salah satu Agent rahasia mata2 yang di tugaskan untuk menyelidiki kasus penyelundupan senjata ilegal mafia terbesar. Dan ia menutup rapat identitas nya itu dari siapapun termasuk Sarah dan suaminya. Yang parahnya adalah perceraian kedua orang tuanya itu ternyata bagian dari rencana atau skenario ibunya untuk menjauhkan Sarah dan ayahnya dari masalah ini. Semua hampir saja berjalan lancar, kalau saja salah satu Agent teman ibunya tidak berkhianat dan membelot balik menyerang ibunya dengan membongkar identitasnya. Dan untung saja semua dokumen penting dan beberapa rekening suami barunya itu sudah ia bobol dan amankan. Berbekal dokumen itu maka sang suami konglomerat itu, Tuan Adam bakal ia jebloskan ke balik jeruji. Dokumen itu berisi struktur organisasi mafia kelas kakap di balik semua penyelundupan senjata ilegal dan beberapa koruptor di pemerintahan. Dokumen penting itu sudah ia simpan dalam memori mikro SD yang ia simpan dengan aman. Saat identitasnya terbongkar ibunya Sudah menduga bahwa sang suami konglomerat itu akan memburu anak dan mantan suaminya. Maka malam itu Natalie langsung menuju ke rumah lamanya untuk menyelamatkan sarah dan mantan suaminya itu tapi ia sudah di dahului oleh orang suruhan tuan Adam itu. Tapi untung saja Natalie datang di saat2 terakhir ketika salah satu pria penjahat itu nyaris menangkap Sarah di depan rumah dan dengan kecepatan tinggi ia menabrak pria itu.

Dan sekarang ia dan Sarah sedang dalam perjalanan menuju sebuah apartemen di mana seorang Agent yang lain sedang menunggu nya di sana untuk menyelesaikan masalah ini.

Setelah mendengar semuanya, Sarah masih merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Ibunya seorang agen rahasia? Yang benar saja. Tapi jujur, ia malah senang setelah tahu siapa ibunya sebenarnya. Sarah tipikal anak yang suka tantangan. Jadi untuk hal seperti ini ia malah menganggap hal ini hebat. Baginya ini tidaklah terlalu buruk. Toh, Ayahnya selamat. Dan sekarang ia mengetahui bahwa sang ibu ternyata Agent rahasia. Ini benar2 hebat. Aku akan menikmati ini, pikir Sarah sambil tersenyum-senyum. Sementara disampingnya sang ibu sedang menyetir mobil sedan hitam melaju menuju fajar yang telah menyingsing di ujung saja. Pagi baru saja tiba, seolah menyambut Sarah dengan sebuah tantangan kehidupan yang lain, sebuah kehidupan yang berbeda, bersama Agent rahasia yang tidak lain adalah ibunya sendiri. Ini benar2 luar biasa.

Semangat yang bergelora membuatnya menjadi gadis yang tangguh dan bukan gadis cengeng seperti kebanyakan anak perempuan seusianya.

"Sarah, coba buka laci di depanmu, nak" perintah Natalie tiba2 membuyarkan Lamunan Sarah.

Sarah mengikuti perintah ibunya. Ia membuka laci di hadapannya, dan betapa kagetnya ia ketika melihat dua buah pistol berukuran kecil berwarna perak dan hitam legam di dalam laci yang ia buka. Ia sedikit syok melihat pistol di hadapannya yang biasanya hanya ada dalam film2 Hollywood saja.

"Tolong ambil yang perak. Dan isi pelurunya". Ibunya menyerahkan beberapa butir peluru ke pangkuan Sarah begitu saja yang kelihatan masih syok.

"Bu.. I..ini. Sungguhan?" Tanya Sarah.

"Kau bercanda? Tentu saja itu sungguhan" kata ibunya.
"Tapi kalau kau mau tau apa itu sungguhan, kau akan segera melihatnya".

Kemudian Natalia melihat ke kaca spion mobil.

"Tampaknya ada yang membuntuti kita dari tadi." Kata ibunya yang segera melepas sepatunya dan mulai mengambil pistol di tangan Sarah yang sudah diisi peluru.

"Kau bisa menyetir kan?" Ibunya bertanya. Tapi belum lagi Sarah menjawab ibunya itu keburu menarik tangan Sarah untuk memegang stir mobil.

"Pegang stir ini. Jangan sampai lepas. Ibu akan sedikit 'sibuk' dengan penguntit di belakang" kata Natalie sambil mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil, berbalik dan mengacungkan pistol perak di tangannya ke arah mobil jeep silver yang tepat berada di belakang mereka.

Belum lagi Natalie menarik pelatuknya, tiba2 ia kembali ke dalam mobil dan berkata kepada Sarah, "aku percayakan Padamu mobil ini, jangan sampai lecet. Dan, kau akan melihat sekarang apa pistol ini asli atau bukan. OK? Pegang stir itu"

Lalu dengan sangat lincah dan seolah sudah menjadi hal yang lumrah, Natalia kembali mengeluarkan setengah badannya dari jendela mobil dan mulai menarik pelatuk menembaki timah panas ke arah mobil jeep itu.

Dalam dua tembakan saja Natalie berhasil melumpuhkan mobil jeep itu dengan menembak ban depan mobil. Otomatis ban mobil jeep Malang itu meletus dan mereka kehilangan kontrol dan "buuum" terbalik lalu terguling2 di jalanan kemudian membentur trotoar dan berakhir dengan menghantam lampu jalanan.

Sarah menyaksikan semua itu lewat kaca spion dengan mulut menganga membentuk huruf O besar.

"Wow..." Hanya itu yang keluar dari mulut Sarah.

Natalie kembali masuk ke dalam mobil. Kali ini ia membiarkan Sarah yang menyetir sepenuhnya. Soalnya Ia sibuk merapikan busananya, melap ujung pistolnya yang masih mengeluarkan asap dan lalu tersenyum ke arah anaknya, "bagaimana penampilan ibu tadi?"

Sarah tersenyum dan menjawab, "tidak buruk"

"Hanya itu? Tidak ada pujian atau semacamnya? Oh, ayo lah. Kau masih tetap seperti Ayahmu. kagum tapi tidak pernah mengakui".

Sarah menatap ibunya, "Tapi setidaknya Aku tahu kalau pistol di tangan ibu itu nyata. Bukan mainan" kata Sarah sambil tertawa.

Natalie pun ikut tertawa. "Iya, kau benar".

Ketawa keduanya belum lagi habis ketika tiba2 di persimpangan jalan dari arah sebelah kanan jalan Sarah tidak melihat sebuah mobil datang dengan kecepatan tinggi menghantam bagian samping mobil yang Sarah kemudikan.

"Bruuuuaaaak"

Bunyi hantaman kedua mobil itu terdengar keras memecahkan seluruh kaca mobil Sarah dan Natalie hingga mobil itu berguling2 beberapa puluh meter keluar jalur jalanan mengarah ke sebuah taman. Mobil itu akhirnya berhenti dengan posisi terbalik. Sarah dan Natalie masih di dalam mobil itu, mobil mereka ringsek dan hancur. Beberapa percikan api kecil mulai kelihatan. Asap pun mulai tampak Keluar dari mesin mobil yang sebagian hancur.

Di persimpangan jalan, keluarlah seseorang dari dalam mobil yang baru saja menabrak mobil Sarah dan Natalie.

Orang itu bersetelan jas rapi. Dengan sebuah cerutu di ujung bibirnya. Topi kulit bentuk bundar bertengker di kepalanya. Lalu di susul tiga orang keluar dari mobil itu juga.

"Aku sudah bilang, dia bisa saja lari dariku tapi tidak bisa bersembunyi. tidak akan ku biarkan benalu seperti dia hidup. Bunuh ibunya. Anaknya jangan. Aku masih butuh anak tiriku itu untuk beberapa hal" kata pria yang mengenakan topi kulit bundar itu pada anak buahnya.

To be continue