Rabu, 26 September 2012

"DOA"


01 januari 2012

Setelah sholat subuh berjamaah di masjid Khadijah. Aku sejenak ber-dzikir. Tanganku mulai menari-nari menghitung biji2 tasbih. Mulutku komat-kamit menyebut hasma Allah.

Di sampingku duduk sahabatku, ibnu hidayat, yg kerap kali menemaniku bersama2 sholat berjamaah di masjid. Kebetulan rumah kami berdekatan, jd kami sering bertegur sapa di masjid ini.

Aku melirik ibnu, ia tengah serius ber-dizir sambil memejamkan matax.

Ibnu adalah seorang Mahasiswa jurusan kedokteran di Universitas Hasanuddin atau yg biasa dikenal dengan sebutan UNHAS, ia tergolong anak yg beruntung dan cerdas. Dengan background org tua yg tajir, aku yakin ia bisa merahi impiannya memburu gelar dokter empat atau lima tahun mendatang. Anaknya sangat baik dan nyambung jika di ajak bicara. Dia salah satu sahabtku yg gak neko2.

Aku menghela napaf pendek di akhir dzikirku dan mulai menengadahkan kedua tanganku, berdoa kepada Allah SWT.

Doa ku tdk banyak, hanya seperti ini doa ku kerap kali aku berdoa setelah sholat lima waktu:

Tuhanku Yang Maha Pemaaf,

Maafkanlah aku yang sering lalai menghargai kebaikan orang tua, saudara, sahabat, atasan, dan mereka yang tak kukenal - tapi yang ikhlas melakukan kebaikan kepadaku sebagai sesama yang mereka cintai.

Hari ini, tenagailah kesungguhanku untuk menjadi pribadi yang mensyukuri kebaikan orang lain kepadaku, dan mampukanlah aku melakukan kebaikan yang sebanding kepada mereka, agar aku tidak hanya menjadi penerima bantuan yang bersungut-sungut.

Tuhan, hapuslah sifat-sifat buruk dari diriku, agar aku tak menjadi orang yang menggigit tangan yang memberiku 'makan', yg baik padaku siang dan malam hingga aku bisa bertahan dikala gelap menyelimuti dan terang menghampiri.

Yah Tuhan, aku tahu engaku maha mengetahui dan maha penyayang, oleh sebab itu berikanlah aku yg terbaik, untuk diriku, org2 disekitarku, untuk kedua org tuaku, untuk hari ini, esok dan sepanjang masa.

آَمِيّـٍـِـنْ يَآرَبْ آلٌعَآلَمِِيِن .


Setelah berdoa, ibnu melirik kearahku.
Rupanya ia telah selesai berdoa juga. dalam hati sambil menatap wajah sahabatku itu, sempat terselip doa, "Semoga Tuhan juga menjaga persahabatan kami berdua, Amin". 

Maka, tak lama kami pun  berdiri dan bersama-sama melangkah keluar menuju rumah kami yg kebetulan satu arah menembus udara dingin dipagi hari yg mulai menampakkan fajar menyingsing di belakang kami, di hari pertama di bulan januari 2012.

@fadlyragent



Special thanks buat Komentar teman-teman di Facebook:
1.
Viel Ares Like....Like,,,Like... :D
2.
Iwan Syahmir Pemuda ahli masjid
3.
Burhan Dahlan subahanallah.
4.
Danang Priyadi Selamat Tahun Baru, damai dan bahagialah selalu. Amin.

Senin, 24 September 2012

"MUNAFIK"

 
Suatu malam di bulan Ramadhan, sepulang taraweh dari kejahuan tampak Seorang anak kecil sedang menangis di sudut masjid tepat di bawah menara. Karena penasaran aku pun melangkah mendekatinya.

"Adek kenapa? Kok nangis?" Aku duduk disampingnya. Ku pegang punggungnya yg basah akibat keringat. "Ada yg bisa kakak bantu?"

Begitu ku sentuh, wajahnya menengadah dan menatap kearahku. Saat itulah aku mengenali anak itu.

"Hei, kayanya aku mengenalmu deh?" Tanyaku, kurang yakin. "Tapi dimna yah?"

"Aku yg bikin onar saat buka puasa kemaren sore." jawabnya murung.

"haaa, iya benar. kamu yg membuat perang makanan di Masjid saat buka puasa. dan gara-gara ulahmu Masjid jadi kotor bukan main. ckckck" aku mengernyitkan dahi. kalau ingat kejadian itu ingin rasanya menjitak kepala anak ini. hehehheh..
 
Ia mengangguk. Meski remang2 aku bisa melihat Wajahnya basah dan kotor karena air mata yg meleleh.

"Terus, kamu ngapain sendiri disini seorang diri?" Aku bertanya dgn lembut. "Oh iya, namu kamu siapa?"

"Rifqih kak.." Ia menyodorkan tangannya yg basah. Tanpa sungkan aku menjabat tangannya. "Kakak, kak fadly kan?" tanyanya.

"Kok tau?" Aku kaget dibuatnya.

"Iya, dari kak yani.." jawabnya.

"Oooohh.." Aku tersenyum. Yani, gadis tetangga sebelah, anak Pak Lurah yg manisnya luar biasa. aku langsung senyum-senyum sendiri mengingatnya.

Anak itu terdiam dan kemudian bertanya, "kak, ciri-cir orang munafik itu seperti apa sih? Apa ada cara yg lebih mudah untuk mengetahui apa org itu munafik atau nggak?"

"Banyak." jawabku. "Ooohh, kk ngerti. Apa karena itu kamu menangis? Kamu di katain munafik sama teman2 kamu?"

Rifqih mengangguk lemas. Ia terisak,"apa aku terlihat seperti org munafik?"

"Gak kok.." Aku merangkulnya. "Gini yah. Ada cara yg paling mudah untuk membedakan orang-orang munafik dgn yg tdk munafik"

"Apa itu kak?"

"Kata Pak Ustad, klo kamu mau tahu seseorang itu munafik atau tidak, lihatlah orang itu apakah dia berada di masjid atau tdk saat sholat isya dan subuh berjamaah. Klo dia ada, brarti dia bukan tergolong org2 munafik"

"Kenapa bisa seperti itu kak?"

"Iya karena orang2 munafik itu paling susah mendirikan sholat isyah dan subuh berjamaah di masjid."

"Oohh gitu yah." Rifqih mengangguk berusaha memahami apa yg baru saja aku katakan. "Tetapi aku sering kok berjamaah sholat subuh dan isyah di masjid. Kakak juga sering aku lihat"

"itu brarti...??"

"Berarti aku dan kakak bukan tergolong orang2 munafik dong..." ujar anak itu menyimpulkan.

"InsyaAllah" kataku mengaminkan. Aku mengacak-acak rambut Rifqih. "Jd gak perlu khawatir dan gak perlu takut kan, krn Rifqih sdh tahu ciri2 yg paling gampang membedakan org munafik sm yg nggak?"

"Iya kak.." Jawabx.

"Eh, Rifqih ngaji kan selama bulan puasa?" Aku mencoba ganti topik.

Anak itu mengagguk lagi, "iya dong kak, masa nggak."

"Mang sudah juz berapa?"

"Baru juz 15 kak" jawabx penuh semangat.

"Wah hebat..."

"Klo kakak?"

"Hhhmm berapa yah?" Aku berlagak mikir. "Kayax juz 28 deh"

"Oyah? wah kk lbh hebat dong"

"Gak, biasa aja kok. Klo ngaji itu gak usah di banding2 kan atau di jadiin lomba. Allah gak lihat kamu sdh juz berapa, tetapi yg penting iklhas dan ngaji karena atas dasar cinta kpd Allah dan kitabx."

"Heheheh" Rifqih tertawah. "Iya kak"

"Eh, kerumah kakak yuk, kita tadarussan bareng, ummi di rumah msh punya sisa buka puasa. Ada lemper dan kue sus loh. Nanti kakak buatin teh hangat. Mau?"

"Mau.. Mau.. mau" Rifqih langsung berdiri dan berkata "klo gitu kita lomba sampai rumahnya kakak.." Teriaknya, dan tanpa menungguku anak itu langsung berlari meninggalkanku.

"Apa?.." Aku kaget. Jangan kan berlari, aku malah msh duduk manis di tempatku saat melihat anak kelas enam SD itu berlarian menuju rumahku. "Astagafirullah, Rifqih tunggu kakak"
Teriakku, mengangkat sedikit sarungku dan mulai berlari menyusulx.

Masalahx, apa anak itu tahu dimna rumahku?
:p
 ****

#Special thanks untuk teman2 yg sdh komen di Facebook:
1.
Viel Ares hahaha,,kakak Si Rifqi ntar nyasar loh hahahah :D
thank's sudah menginspirasi lewat cerpen ini ^-^

2.
  • Risma Imphy Noviani liKe tHis ur nOte....
     
    Isnisa Citra Fiary Aaa, aq slalu suka cerpennya (•̯͡.•̯͡)(•̯͡.•̯͡) bagus banget siiiiiii -,-
    Ainun Jaryah Bahrir wah.... keren loh.. ^.^

    tapi aku agak-agak gimana gitu tentang ciri-ciri orang munafik.
    aku jarang ke masjdi sholat subuh sama isya soalnya.. :(
    berarti aku munafik dong. ?_?



    Muhammad Ghazali Mappasawang -____- bro bikin kan ka juga cerita tentang sy... nanti sy bm ceritanya nah... kayax kau bakal jd penulis hebat... good luck brother...



Minggu, 23 September 2012

"HARAMKAH AKU??"



...Saat itu Farhat baru pulang sekolah dan baru menginjakan kaki di rumah. Ia melihat semua keluarganya, mama, papa, kak Gary berkumpul di ruang keluarga. Ya, itu adalah hal yang aneh menurut Farhat, karena jarang sekali mereka dapat berkumpul bersama. Dan yang bikin Farhat tambah bingung adalah melihat ekspresi mereka semua. Wajah yang murung, atau amarah? Atau kecewa? Entahlah, mereka bagai punya seribu wajah. Tak bisa di lukiskan dengan kata-kata.

Entah mengapa saat itu juga jantung Farhat bekerja tiga kali lipat dari biasanya. Tubuhnya panas mendadak. Ia tak tau mengapa. Apakah karena aura yang diciptakan mereka atau bagaimana. Feeling Farhat mengatakan bahwa "there’s something wrong and maybe the ’wrong’ –thing is me".

“cepat ke kamar mu, ganti baju dan cepat kembali ke sini! Ada yang mau kita bahas!” ujar mama dingin.

Perasaan ga enak itu semakin kuat.
Semakin dapat Farhat pastikan bahwa, "yeah the problem is on me".

Farhat hanya mengangguk. Berjalan ke kamarnya seakan waktu berjalan sangat cepat, "oh Tuhan hentikanlah waktu, dan apanbila Engkau ijinkan, maka putar baliklah waktu" batinnya.

Tapi sepertinya Tuhan sedang tidak berpihak padanya.

Sesaat kemudian Farhat sudah berada di ruang keluarga dimana mereka berkumpul.

Suasana mencekam sangat kentara di ruangan ini.

”a..ada apa..ma?” suara Farhat bergetar, berbisik hampir ga kedengeran.

”kamu gay?” Tanya mama to the point.

DEG….

”apa ma?” ulang Farhat seolah tak mendengar.

”APA KAMU GAY??! JAWAB!!”

Tanya mama mengejutkan Farhat kali ini dengan suara yang menggelegar.

Sudah bisa dipastikan wajah Farhat sangat pucat. Mulutnya terbuka, terlihat seperti akan menjawab. Padahal tak ada satukata pun yang terlintas di kepalanya. Saat mendengar mama bertanya seperti itu, serasa Farhat terjatuh hingga lebih dalam dari dasar lautan. Tubuhnya lemas seperti ada yang melepaskan tulang2nya.

”a.aaah..apaan sih ma” ujar Farhat akhirnya, sambil mencoba untuk relax dan tersenyum.

”JAWAB SAJA YA ATAU TIDAK!!” Kata papa, Kali ini papa yang angkat bicara. Sungguh, Farhat tak pernah membuat orangtuanya semarah ini. Iingin sekali ia menangis. Rasanya kelenjar air matanya bekerja lebih cepat.

”jika kamu tidak mengatakan apa-apa maka kami simpulkan ya, kamu GAY!” Kata kak Gery, sekarang kakaknya yang ambil alih pembicaraan. Benar2 terasa Farhat disudutkan. Ia hanya bisa menunduk.

PPLAAKKK!!!

Sebuah tamparan keras mendarat dgn mulus di pipi nya.
Pipinya panas. Ia raba pipinya. Papa kembali ke tempat duduknya setelah menampar dirinya sambil memegang dada sebelah kirinya.

Oke, kali ini Farhat tak bisa lagi membendung air matanya. Air matanya dengan lancarnya mengalir bak air yang mengalir dari hulu ke hilir.

”kenapa Farhat? Kenapa?!” Tangis mama.

Farhat hanya menggelengkan kepala. Ya aku tak tau ma kenapa aku bisa seperti ini. Seandainya aku bisa memilih jalan hidup, aku tak akan memilih hidup sebagai gay. Ingin sekali Farhat menjawab itu atas pertanyaan mama, namun, lidahnya kelu, ia tak ingin lagi menyakiti hati mereka dengan jawaban-jawabannya. Biarlah aku yang tanggung, cukup aku saja yang merasakan sakit. Jangan mereka. Batinnya.

”kenapa kamu hanya menggeleng!?” Kejar kak Gery.

Farhat bingung mau menjawab apa. Entah, apakah karena aku gay mereka sampai semarah itu? Ya aku tau, mereka benci sekali gay. Pikir Farhat dlm hati. Farhat ingat, Saat itu ia sedang berkumpul bersama di malam yang cerah sambil menonton TV kabel. Dan kebetulan menayangkan film yang berbau homoseksual. Saat itu juga mama nyeletuk.

”tuh lihat, gay memang kotor, dengan gampangnya mereka bercumbu, bersetubuh. Apa mereka tak kenal dosa? Haha mereka memang kotor sekali! Dasar makhluk bejat!”

”betul banget ma! Ada teman kuliahku yang gay, benci sekali aku, sampe-sampe aku sering mengerjai dia karena ketahuan suka ngelirik aku!” timpal kak Gary.

”duh! Kamu hati-hati nak, jangan dekat-dekat sama orang seperti itu. Jauhi mereka! Nanti kamu tertular. Mereka itu seperti virus” sahut papa.

Farhat yang posisinya di atas sofa hanya bisa tertunduk, terdiam. Ingin sekali ia mengatakan, aku tak begitu ma, pa, kak. Aku tak begitu! Ga semua gay seperti itu . Aku Gay tapi aku masih menjaga norma2 dan etika. Aku tidak pernah berzina hanya untuk memuaskan nafsu birahiku. Aku bisa menahan itu semua dgn iman dan sholatku. Tapi Saat itu Farhat hanya bisa kembali ke kamar dan tidur ditemani isakan tangis miris dari bibirnya.

”sudah! Lama-lama papa bisa kena serangan jantung kalau disini terus!”
Kata papa.

” ya sudah pa, ayo kita ke kamar saja!” Ujar mama.

”ma, pa, Gary ke rumah teman dulu ya”
Sahut kak Gery.

Mama dan papa mengangguk, lalu mereka masuk ke kamar, sedang kak Gary keluar menuju pintu. Sebelum keluar, sempat ia melihat kakaknya  melirik ke arahnya dengan tatapan sinis.

Hatinya miris.

Serasa teriris.

Rasanya ingin lagi Farhat menangis.

Farhat berjalan lunglai menuju kamar.

Menutup pintu, dan mengunci. Sejenak ia berdiri di depan pintu, melihat sekeliling kamarnya. Lemarinya yang berisi banyak piala, piagam, dan penghargaan serta sertifikat dari lomba yang ia ikuti baik itu akademik maupun non akademik.

Dada ini sesak.

Farhat berjalan pelan ke arah meja belajar. Ia tatap sendu tiap foto yang terpajang disitu. Ada foto saat Farhat ulang tahun yang ke 4. Ia tersenyum. Ia ingat sekali ia mendapatkan banyak hadiah dan kak Gary ngiri sekali hingga sepanjang acara ulang tahunnya, kak Gery cemberut dan setelah acara ulang tahun selesai, Farhat memberikan sebagian mainannya pada kak gery yang waktu itu berumur 7 tahun. Lalu Farhat tatap lagi foto di sebelahnya dimana saat kakanya berumur 17 tahun. Saat itu mereka membuat acara pesta ulangtahun kecilkecilan di rumah. Saat itu suasana sangat gembira dan penuh suka cita.

Dan masih banyak lagi foto-foto yang ada di meja belajarnya dan ditatapnya satusatu.

Kenangan masa lalu.

Hatinya pilu.

Tak terasa sudah hampir satu jam Farhat tatapi foto-foto itu sehingga habis sudah tenaganya.

Ia rebahkan badannya. tertidur.

- – -

Pukul 6 pagi Farhat terbangun. Tumben mama dan papa tidak membangunkanku. Apa mereka masih marah? Ku harap tidak, pikir Farhat.

Ia keluar kamar dengan suatu perasaan ganjil. Perasaan yang tidak pernah ada dalam hidupnya saat ia keluar kamar. Ya, rasa takut. Farhat takut sekali untuk keluar kamar. Namun ia beranikan diri untuk keluar kamar.

Farhat berdiri di depan ruang makan. Mereka bertiga, papa, mama dan kak Gery tengah asik tertawa ria menikmati sarapannya tanpa dirinya. Namun Farhat senang, setidaknya sepertinya mereka telah melupakan kejadian kemarin. Maka ia mulai berjalan menuju meja makan.

Saat mereka melihat Farhat datang, mereka langsung menatapnya terdiam, lalu dengan segera mereka menyelesaikan makannya dan pergi satupersatu meninggalkan Farhat di ruang makan.

Farhat tertegun dalam duduk diamnya. Ia segera mengambil piring dengan gamang dan mengambil nasi goreng. Astaga. Sedikit sekali. Apa mama hanya memasakan sarapan untuk mereka saja? Hati Farhat miris bagai di sayat sembilu.

Farhat ambil sarapan dan ia mulai makan sendiri di temani isak tangis.

- – -

Hari hari berikutnya tak sama lagi seperti dulu. Mereka menjauhi Farhat , seakan ia adalah virus mematikan. Mereka memarahinya, seakan ia selalu membuat kesalahan yang sebenarnya bukan kehendaknya. Mereka bahkan terkadang tak memandang wajahnya, seakan ia tidak ada di rumah ini.

Hampir setiap hari, setiap Farhat pulang sekolah, Farhat hanya berjalan menuju kamar, berdiam diri dan menulis buku harian. Ya, dulu Farhat sangat menjauhi kegiatan menulis buku harian, karena menurutnya itu sangat useless. Tapi, sekarang malah Farhat senang menulis buku harian atau diary. Karena hanya dengan buku itulah ia dapat menuangkan perasaan-perasaan yang sedang ia rasakan saat itu dan apa yang ia alami selalu ia tulis di buku itu. Buku itu menjadi teman baru baginya.

Ohya, ternyata di sekolahnya juga sudah tersebar bahwa Farhat adalah gay. Farhat sendiri sampai sekarang belum tau siapa sebenarnya yang menyebarkan rahasia bahwa ia gay. Hhhh seingat aku, aku tidak pernah mengatakan pada siapapun bahwa aku gay, pikir Farhat.

Sekarang, di rumah maupun di sekolah ia mulai dijauhi.
Hanya dua temannya yang mau menerimanya apa adanya. Denis dan Lisa. Farhat sering curhat padanya.

- 7 tahun kemudian –

Farhat sudah semakin dewasa, ia pun sudah lulus sebagai mahasiswa kedokteran umum di sebuah Universitas Negeri terkemuka di Makassar. Sedihnya, keluarganya masih belum mau menerimanya. Sampai wisudanya pun mereka, papa, mama dan kak Gery tidak datang. Tuhan, cobaan ini begitu berat buat hamba. Pikir Farhat. bayangkan bagaimana perasaan Farhat saat itu.

Waktu terus bergulir, Sekarang ia sudah bekerja, mengumpulkan uang untuk mengambil S2 spesialis ortopedi.

Suatu ketika di ruang kerjanya, telepon kantornya berdering.

“Kriiiiinnnnggggg…..”

Ia angkat, ”hei! Cepat datang ke Rumah Sakit ibnu sina di ruangan 312! Kakak mu kecelakaan!!” suara perempuan entah siapa di telepon terdengar di seberang sana.

Tanpa menunggu jawaban, Farhat melompat dari tempat duduknya menyambar kunci mobilnya dan melaju kencang ke RS. Ibnu hidayat... Eh, ibnu sina maksudnya. (Heheheh).

Sesampainya di rumah sakit Farhat langsung menuju ke kamar dimana kakaknya di rawat. Disana Ada mama, tak ada papa, mungkin masih di kantor. Satu kata yang terlintas di kepalanya saat melihat kak Gery terbaring tak berdaya di ranjang adalah Parah. Di perban di bagian mata, dan di perban di tangan. Kaki disangga, kanan dan kiri.

Mama terus terdiam, mengacuhkan kehadiran Farhat diruangan itu.

Farhat ingin mendekati kak gery yg terbaring tak sadarkan diri tp niat itu diurungkannya. Padahal dia kangen sekalih dgn sodaranya itu. Ingin sekalih ia mendakatinya dan memeluknya. Kak gery, kenapa justru kita harus bertemu kembali dlm keadaan kaka seperti ini? Batin Farhat.

Tapi Tak banyak yg bisa dilakukannya.
Farhat akhrinya keluar dari ruangan itu dan mencari Dokter yg menangani kak gery. Dan betapa kaget dirinya mendengar penjelasan bahwa kak gery bakal menjalani masa pennyembuhan yg lama, bisa hampir dua tahun untuk memulihkan kembali keadaannya seperti semula. Banyak operasi yg musti dilakukan dan dipertimbangkan.

Farhat sedih mendengarnya. Ia kemudian mengingat bahwa ia punya sedikit tabungan dan mungkin sedikit membantu.

Farhat membayar semua biaya operasi dan segalanya untuk kak Gery,lalu beranjak pergi dari rumah sakit itu sesaat setelah mengintip dari celah pintu hanya sekedar ingin melihat kak gery. "Kak, Farhat pergi dulu, smoga kak gery baik2 saja... Jaga mama.." Bisik Farhat lirih pada dirinya sendiri.

- – -

-Dua tahun kemudian-

*RS.Ibnu Sina

Dua setengah tahun sudah Gery mengendap di rumah sakit. Gery berterima kasih kepada Tuhan yang di kesepiannya masih mau menemaninya dan masih mau memberinya waktu setengah tahun untuk hidup lebih panjang lagi.

”kemana itu anak!? Dasar Gay tak berguna. Kakaknya sedang sakitpun ia tak pernah pulang sekadar menjenguk! Hampir dua tahun dia tdk menampakkan batang hidungnya” omel mama suatu hari di Rumah sakit. Mama acap kali meracau. Ia selalu memojokkan Farhat yg tidak pernah dating menjenguk Gery dua tahun ini. Farhat seakan hilang ditelan bumi tdk ada kabar berita.
Tapi lain hal dengan Gery,  Yah, semenjak Gery kecelakaan, Gery tak bisa pungkiri lagi bahwa ia memang kangen dengan adik satu-satunya itu . Terkadang Gery sering merasa bersalah.

”sudah lah ma, mungkin ia sedang sibuk” bela Gery saat itu.

Kondisi Gery memang membaik, tp matanya tdk bisa terselamatkan, dia buta sekarang. Tak ada lagi yang dapat ia lihat. Huruf braille jadi makanannya setiap hari layaknya org buta pada umumnya.

Mama dan papa masih belum mau menerima adiknya sepertinya. Sedangkan Gery sudah merindukannya. Aku rindu saat kita bermain bersama. Dimana kamu Farhat ? I miss you brother, batin Gery dalam hati. Diam2 air matanya jatuh bercucuran, dan ia segera manghapusnya sebelum mama melihatnya…
I’m sorry for everything brother, batin Gary.

Kriiiinnnnnggggg….
Sebuah telpon berdering.

”ma, can you help me? Tolong angkat teleponnya”
Sahut Gery.

“oke”

Gery sedikit menguping pembicaraan mama.

”ya, betul”

”…..”

”apa??!”

”…..”

”oh terima kasih Tuhan! Alhamdulillah.. Terima kasih pak! Kapan bisa dilakukan?”

”….”

”baik pak! Baik! Terima kasih!”

Mama menutup teleponnya.

”ada apa ma?”

”kamu…kamu mendapatkan donor mata sayang!” terdengar suara mama bergetar. Hati Gery pun bergetar. Sungguh bahagianya! Ya memang semenjak Gery di vonis buta, mama meminta dokter untuk mencarikan donor mata untuknya, sayangnya tidak ada yang cocok hingga akhirnya setelah menunggu sekian lama, Gery akhirnya mendapatkan juga donor mata itu.

Gery menangis.
Aku jadi ingat adiku. Kembalilah Farhat , kakak ingin melihatmu! :”) dan kembali mendengar suaramu dan bermain bersama lagi. Ya walaupun aku sudah tunangan, tapi aku kangen sekali bermain dengan dia. Batin Gery pilu.

”kapan aku bisa operasi ma?”

”minggu lusa sayang”

- – -

Dua hari telah Gery tunggu, kini tiba saatnya baginya untuk melakukan operasi. Ada rasa was-was dalam dirinya apabila operasi ini tak berjalan dengan lancar.
Ku serahkan semua padaMu yah Allah.
Doa Gery.
- – -

*Pasca Operasi
Kepala Gery pusing sekali. Tubuhnya lemas pasca operasi. Kesadarannya perlahan mulai membaik. Bisa ia rasakan kaki dan tangannya dingin. Mungkin karena pengaruh AC atau bisa saja karena aku sedang gugup. Ya gugup karena banyak hal. Batinnta.

Apakah operasi berhasil?
Apakah aku bisa melihat lagi?
Dimana mama dan papa?
Dimana adikku?
Atas nama siapa mata ini di donorkan?

Hhhh kepala Gery tambah pusing memikirkan hal itu.

Garu tak tau di mana dirinya sekarang, matanya masih di perban sepertinya. Tapi sepertinya Gery sudah berada di ruang kamar pasien.

Tangan kanannya menghangat, ada yang memegang tanganku. Pikir Gery.

”ma? Apakah itu mama?” Panggil Gery dgn suara parau sekali. Dia Haus.

Tak ada jawaban.

Hening...

”aku haus”

Tiba-tiba ada sesuatu, entah itu selang atau sedotan yang menempel di mulut Gery. Tanpa pikir panjang ia sedot. Hmmm ternyata air putih.

”mama? Papa? Apakah itu kalian?”

Kembali org itu melepas tangan Gery. Perlahan tangannya kembali dingin.

selang 30 menit, ada yang membuka pintu dan suara orang berbincang.

Sepertinya dokter.

”nak? Bagaimana kabarmu?” Akhirnya Gery mendengar suara Mama.


”mama?”

”iya nak ini mama”

”ma, aku baik2 saja?”

”bagaimana nak? Apa yang kamu rasakan?” tanya seorang lelaki yang Gery yakini adalah dokter.

”baik, tapi kepalaku terasa pening”
Jawab Gery sekenanya.

”itu wajar. Hmm kamu telah tertidur kurang lebih seminggu. Dan saya rasa sekarang saatnya untuk kita mencoba membuka perbannya bu.” lanjut dokter.
Ga berapa lama, dokter menyentuh perban di kepala Gery.

”pejamkan matamu ya nak”

Perlahan perlahan dokter melepaskan perban di kepala Gery.

”sudah terlepas perbannya.” kata dokter itu kemudian.

”jangan buka dulu matamu nak, suster, tolong tutup semua tirai dan matikan lampu besar, nyalakan lampu kecil”
Perintah dokter itu

”baik dok”

”oke, sekarang kamu boleh membuka matamu perlahan saja”

Gery mulai mencoba untuk membuka matanya.

”bagaimana nak?” tanya dokter itu.

”buram dok” jawab Gery lirih. Ada nada kecewa di suaranya.

”sabar ya, kita tunggu beberapa menit. Suster! Tolong nyalakan lampu besar”

Seketika kamar terlihat terang. Gery dapat melihat bayangan mama, dokter, dan seseorang yang memakai baju putih sepertinya itu suster.

”bagaimana nak?”

”masih buram dok”

Gery mendengar mama terisak.

”sabar bu, ini masih dalam proses adaptasi mata baru" Kata dokter lembut menenangkan mamaku.

Perlahan tapi pasti Gery dapat melihat dengan jelas.

”dok…”

”ya?” dokter dengan segera langsung menghampiri Gery.

”aku bisa melihat jelas!” sahutnya girang.

”syukurlaaah!!!! Alhamdulillah.. !” pekik mama bahagia. Gery melihat ia menangis bahagia.

Ya! Dapat kulihat. Semua dapat ku lihat. Cahaya, warna berbaur menjadi satu. Dapat lagi kulihat dunia. Sungguh hatiku sangat senang. Batin Gery.

”suster! Tolong ambilkan cermin!” kata dokter itu.

”baik dok!” dengan cekatan, sang suster kembali lagi dengan sebuah cermin dan memberikannya ke dokter.

”nak, coba kamu lihat di cermin.”

Ia menyodorkan cermin ke arah muka Gery. Ia melihat bayangan mukany disaana. Ia memperhatikan mata barunya. Mata barunya.

Mulut Gery terbuka lebar hingga membentul huruf O, ia kaget. Mataku indah sekali! Pikirnya. Ya tak bisa kupungkiri bahwa mataku indah. Warnanya, biru kehijauan. Berkilauan.

”bagus sekali ma matanya!” Ujar Gery takjub.

”iya nak!”

”dokter, kalau boleh apakah saya boleh tau atas nama siapa mata ini di donorkan? Saya sangat ingin mengucapkan terimakasih” mama angkat bicara.

”nanti saya akan berikan nomor dan kalian bisa tanya kepadanya atas nama siapa mata ini di donorkan.”
***

-14 minggu kemudian-
*Kediaman Suherman, ayah Farhat.

”maaa, ada tamu!” Teriak Gery.

”ya naak.” mama segera keluar dari kamarnya dan menyusul ke ruang tamu.

”ini ma, dokter Hendra,” kata Gery.

”ohh selamat pagi pak dokter. Silahkan duduk. Mau minum apa?” Sambut Mama.

”pagi juga ibu, teh saja bu”

”baik. Silahkan dulu berbincang-bincang dengan anak saya, saya akan buatkan teh”

”maaf bu jadi merepotkan”

”tak apa”

Mama tersenyum dan bergegas ke dapur untuk menyiapkan teh.

”jadi.. pak dokter tau atas nama siapa mata ini di donorkan?” Tanya Gery segera tanpa basa basi.

Pak dokter itu hanya mengangguk. Ia lantas mengeluarkan sesuatu dari tasnya.

”ini barang yang beliau tinggalkan” kata Dokter. “itu barang orang yg mendonorkan matanya padamu..”

Ia menyodorkan sebuah map besar coklat terlihat tebal.

”apa ini dok?” tanya Gery setelah menerima map itu. Heran dan penasaran.

”buka saja”

Gery membuka map itu, di keluarkan isinya, sebuah buku, entah buku apa, dengan sampul berwarna coklat juga. Hmmmm dan ada satu map coklat lainnya yang ukurannya lebih kecil. Duh cinta coklat banget sih. Pikir Gery.

“apa boleh ku lihat?” tanya Gery hatihati ke dokter.

“tentu” kata dokter itu tersenyum.

Gery membuka buku itu.

Seperti halnya buku pada umumnya, buku itu dipenuhi tulisan tulisan. Sepertinya ini diary.

Ia mulai membaca buku itu:

*Kamis 14 november 1992

*Mungkin akan terdengar lucu, aku dulu sangat enggan untuk menulis catatan harian seperti ini, aku selalu menjauhi hal ini. Tapi entah mengapa justru sekarang aku yang mendekati kegiatan ini dan mulai menyukai kegiatan ini di kala semua orang menjauhi diriku.

Ya, kini, hari ini juga, hariku berubah. Hari-hariku berubah 180 derajat. Setelah mereka mengetahui sebuah rahasia terbesar yang ada pada diriku. Rahasia yang selama ini aku simpan rapat-rapat. Akhirnya terbuka. Terbuka dalam artian ya, bernar-benar terbuka*


ASTAGA ini???? Gery memegang mulutnya. Jangan2 ini buku harian milik... Ooohh Tuhan.

Ia kembali membaca:

*Semua orang, orangtuaku, teman-teman ku sudah mengetahui segalanya. Aku sendiri bingung mengapa bisa rahasia ini terungkap. Padahal aku tak pernah melakukan hal yang macam-macam. Sekarang, saudaraku bahkan menjadi musuhku. :’( terdengar ironis memang, saudara satusatunya yang paling aku cintai, kak Gary, sekarang menjauhiku. Seperti aku ini adalah virus mematikan yang harus di musnahkan*


Sementara membaca, Mama datang bergabung membawa air minum untuk dokter.

“kamu baca apa sayang?” Tanya mama.
Gery tak dapat menjawab. Ia terus membaca buku itu:

*Hhhh sungguh saat itu aku kaget sekali saat pulang sekolah, mama dan papa serta kak Gary ada di ruang keluarga, seperti menantiku untuk dihakimi. Perasaanku sungguh kacau saat itu. Perasaan tidak enak udah mengalir. Hmmm namun apa daya? Aku tak bisa lagi berlari, diary. Apalagi saat mama bertanya “apakah aku gay?” aku tak dapat berkata, saat itu aku sungguh seperti terjun bebas dan jatuh ke lubang yang lebih dalam dari samudra. Gamang. Hampa. Banyak pikiran berkecamuk, sangking banyaknya sampai aku tak dapat lagi berpikir. Aku ingin menjawab setiap pertanyaan yang mereka ajukan, namun aku tahan. Sudah cukup aku mebuat kecewa mereka segitu dalamnya, cukuplah, tak perlu lagi aku tambah masalah. Aku ingin sekali meminta maaf, tapi aku takut sekali. Takut mereka tak mau menerima maafku. Aku tak sanggup lagi bila tak mendapat maaf dari mereka, maka aku urungkan niatku untuk minta maaf*

“kamu baca apa sih say?”

“ini….ini..diary ma, ayo kita baca bersama” jawab Gery mendekatkan buku harian itu ke arah mama agar mama bisa turut baca.
Mata Gery memanas. Dimanakah engkau adikku? Batinnya pilu dan mulai membaca:


Selasa 21 maret 1993

Ya benar aku nyatakan bahwa hidupku tak lagi sama. Sudah berbulanbulan sejak kejadian itu, mereka tak lagi mau menerimaku. Teman di sekolahpun aku tak ada, hanya daniel dan Lisa lah yang masih mau menerimaku. Aku sangat berterimakasih kepada mereka.

Apakah menjadi seorang gay salah? Toh itu bukan jalan hidup yang aku mau pilih? Apabila aku dapat memilih jalan hidupku, tentu aku tak mau hidup seperti ini. Terkadang aku bingung sama Tuhan, ia yang menciptakan manusia dengan berbagai karakternya, termasuk straight, gay, lesbian, and bisexual. Tapi mengapa Ia hanya menghalalkan straight? Apakah kaum gay lesbian dan bisexual mahluk sampah? Kenapa Tuhan yang menciptakan tapi Ia justru juga melarang? Mengapa Ia membiarkan ada rasa seperti ini di dunia?

Aku bingung. Sejenak aku berpikir bahwa aku akan mengakhiri hidupku, namun entah mengapa aku tak bisa. Aku tak bisa meninggalkan dunia ini dengan segala masalah yang aku perbuat*.



“mah,,, ini,, diary Farhat” Gery menatap nanar mama. Mama terlihat seperti menerawang.
Mereka melanjutkan bacaannya.

*Selasa 12 april 1993

Happy birthday papa! Aku ingin sekali mengucapkan itu di depan papa langsung namun aku tak bisa. Mereka tak menginginkanku lagi. Lagipula aku sudah tak punya muka lagi di hadapan mereka. Maka aku hanya taruh surat ucapan selamat ulang tahun tanpa memberikan nama, dan juga sebuah kado di depan kamar papa di subuh hari. Hadiah yang aku berikan adalah jam tangan Swiss Army yang dulu papa idamkan. Aku sudah menabung lama untuk dapat membelikan papa hadiah itu. Maaf pa, aku telah mengecewakan papa. Aku sungguh tak berniat sekalipun mebuat papa kecewa. Semoga papa umur panjang :’)

Aku sengaja tak mencantumkan namaku di surat tersebut karena ya, kalau aku mencantumkannya, pasti papa akan tidak sudi menggunakannya. Aku senang sekali saat aku mengintip dari pintu kamar di pagi hari, papa dengan gembira menggunakan jam tangan itu dan memamerkannya ke kak Gary dan mama.

Selasa 2 oktober 2000

Mama!! Papa!! Kak Gary! Aku lulus menjadi sarjana kedokteran umum dengan predikat terbaik! Cum laude!! Aaaaaaaa aku senang sekali. Aku ingin sekali memeluk mama dan papa seperti yang teman-teman ku lakukan saat wisuda. Namun, sayangnya mama dan papa ataupun kak Gary tak datang ke acara wisudaku. Sungguh sedih sekali. Aku hanya bisa menangis dan berjalan ke toilet agar tak merusak suasana sukacita teman-temanku.

Kamis 16 juli 2002

Aku kaget sekali ketika mengetahui bahwa kakakku kecelakaan! Panik diriku. Ya Tuhan, jangan dulu kau ambil nyawa kakakku, aku sangat menyayanginya, walaupun jarang aku bertemu dengannya tapi aku sangat rindu padanya*

Air mata Gery turun tanpa dapat ia cegah.

*Aku mengunjungi kakakku. Disitu ada mama juga, aku tersenyum secara spontan. Ingin sekali aku peluk mama seperti aku memeluk mama waktu aku masih kecil, namun sepertinya mama masih tak mau menerimaku.

Aku sedih sekali ketika melihat kak Gary terbaring tak berdaya di ranjang pasien. Apalagi setelah mengetahui bahwa kakakku sudah di vonis dokter akan buta permanen. Segera aku keluar dan mencari dokter yg menangani kak Gery. Aku tanya biaya dan kemungkin berapa lama sembuhnya. Bukan main kagetnya aku mendengar biaya dan lamanya kak Gery akan dirawat di rumah sakit, yaitu dua tahun. Aku memutuskan megghabiskan smua tabunganki yg sdh aku kumpul untuk mengambil S2 ku. Aku korbankan smuanya demi kaka tersayangku. Aku sangat mencintai kak Gery. Andai aku bs memeluknya saat ia di rumah sakit, tp aku tdk bs. Aku sudah 'dibuang' oleh mereka, oleh keluargaku sendiri*.


Gery terisak. Air matanya tak terbendung lagi.

*Saat itu sepulang dari rumah sakit setelah membayar biaya pengobatan kak Gery tibatiba tulang2 di punggungku sakit sekali. Sakitnya tdk tertahankan. Tak dapat ku lukiskan betapa sakitnya tulangtulang di sekujur tubuhku, aku tak tau mengapa.

*Rabu 24 november 2002

Belakangan ini aku sering sekali mengalami sakit yang amat sangat di setiap pertulanganku. Akhirnya aku periksakan keadaanku ke dokter tulang.

*Jumat 26 november 2002

Aku dapatkan hasil tesku kemarin rabu, aku kaget sekali saat membaca hasil tes ku. Ternyata aku mengidap kanker tulang stadium 3. saat itu juga hidupku kembali berkecamuk. Tak ada selera untuk hidup. Dan kata dokter aku harus sudah mulai berbaring di tempat tidur untuk jangka waktu yang lama, untuk perawatan.

Aku memikirkan biaya yang keluar untuk perawatan itu. Untung aku ada asuransi jiwa dan sisa tabunganku. Yahhh maaf maa, tadinya aku mau beliin mama mobil baru hadiah ulang tahun mama yang ke 47, tapi sekarang itu hanya tinggal impian, karena tabunganku harus ku pakai untuk berobat.

*Minggu 19 januari 2004

Aku sudah mulai menetap di rumah sakit. Aku akan terus berbaring tak berdaya di sini. Aku sering menatap hampa langit-langit kamarku. Kemarin dokter bilang bahwa aku hanya bertahan hidup tinggal 2 tahun lagi. Maka dari itu, tiga hari yang lalu, aku meninggalkan kotaku makassar dan ingin sekalih berpamitan dgn mama papa dan kak gery. Tp itu tdk mungkin. Aku sdh seperti 'sampah' dimata mereka*.



Gery berhenti membaca. ia melihat mama menitikkan air mata. Begitu pula dirinya. Tak kuasa Gery membaca tulisan ini. Namun dirinya penasaran. Sungguh!

*Tapi tenang, aku punya kejutan yang tak kalah menarik untuk kalian

*Senin 20 januari 2004

*Harun datang ke kamar ku. Dia adalah pria yang aku cintai. Pria nakal. nakal dalam artian benarbenar nakal. Hmmm dia pujaan hatiku ma, pa. Begitu elok parasnya, tampan sekali. Putih, kurus dan tinggi. Ideal ku bangat. Ia adalah temanku di SMA dulu. Aku tak tau apa yang membuat ia datang kemari, padahal dulu ia adalah salah satu orang yang selalu menghinaku di sekolah saat semua tau aku Gay. Ia bilang, ia membawakan satu berita untukku. Namun berita yang ia bawakan ternyata tak setampan wajahnya (?) hehhehhe. Ternyata dia yang telah membeberkan rahasiaku.

Astagfirullah.

Dia juga minta maaf. Aku tanya dia, dari mana dia tau bahwa aku gay. Dia bilang, tak sengaja melihat catatanku disalah satu buku tulisku di sekolah yang bertuliskan bahwa "aku sangat cinta pada Harun, harun pujaanku".

Aku kecewa dan menangis pelan, namun aku tak bisa lagi marah padanya, semuanya sudah terjadi dan terlanjur menjadi bubur, tak bisa diubah lagi menjadi beras. Aku memaafkannya, dan ia berjanji padaku akan menjagaku di sampai hari terakhirku*.


Gery berhenti membaca, ia menatap Dokter Herman dengan sedih, serasa ingin berkata "ini Diary adikku, dok, dimna dia sekarang??" tapi bibirnya keluh, tak ada kata-kata yg keluar. 

“saya, dokter Herman adalah pengurus dari Farhat suherman” kata Dokter Herman. “Di saat terakhirnya, kami sedang berupaya untuk tetap memompa jantungnya agar tetap berdetak. Namun, struktur tulangnya sudah rusak sedangkan banyak pembulu darah dan syaraf penting yang melekat pada tulang. Sehingga, nak Farhat tak lagi dapat hidup. Ia meninggal pada hari kamis 30 november 2006. dan empat bulan sebelum meninggalnya, dia sempat memberikan saya wasiat agar matanya di donorkan untuk kakakknya yang bernama Gary Suherman. Untungnya segala persyaratan donor mata terpenuhi sehingga dapat di donorkan.”

Air mata Gery sudah tak perlu ditanya lagi, begitu pula mama yang menutup wajahnya dengan sepasang tangannya, tak bisa ditutupi bahwa mama menangis.

“jadi dok, mata ini…”

“ya, mata yang sekarang ada padamu adalah mata adikmu”

Tangisan Gery pecah. "Tidaak"

Pintu terbuka dan papa tiba2 masuk. Papa kaget sekali dengan apa yang terjadi di ruang tamu.

“pagi, pak” sapa sang dokter ke papa.

“ya pagi. Tadinya saya mau mengambil dokumen penting yang tertinggal. Tapi, apa yang terjadi di tempat ini?” Tanya papa bingung.

“pa!! Ini…ini..mata ini.. adalah milik Farhat” kata Gery.

“apa?! Coba sini papa lihat!”

Papa segera mendekatinya dan menatap mata Gery lekat-lekat. Perlahan dia menitikan air mata.

“ya, ini adalah mata Farhat, ayah ingat sekali ia memiliki mata yang berbeda, matanya biru laut kehijauan…..” papa hening sejenak.

“….bodohnya papa!! Bodohnya tidak mengetahui bahwa ini adalah mata anakku sendiri!! Lantas dimana anakku Farhat???!” tanya papa panik.

“maaf pak, Farhat sudah wafat november lalu. Waktu itu dia bersikeras agar matanya dapat di donorkan ke kakakknya. Sungguh, saya sendiri yang bukan bagian dari keluarganya sungguh terharu. Selain pada diary itu, dia telah menceritakan semuanya kepada saya apa yang terjadi. Maaf pak, bu, bukannya saya mau ikut campur. Tapi, sebagaimanapun dan seperti apapun anak yang Anda miliki, itu adalah titipan dari Tuhan. Sekiranya kita sebagai orang tua mau menjaganya dan menerima anak sendiri dengan lapang dada. Dia adalah anak yang baik dan berbakti”

Dokter Hendra pun ikutan menitikan air mata.

“saya melihat seperti apa perjuangannya melawan penyakit, dia adalah seorang lelaki yang tangguh. Ia mampu bertahan. Waktu itu saya vonis dia hanya bisa hidup selama 2 tahun, namun dengan tekadnya yang ingin tetap hidup membuat ia mampu bertahan hingga setengah tahun lamanya.” Lanjut dokter Hendra.

“ya dok, dia anak yang baik!” kini mama ikut berbicara di sela tangisnya.
“dia tak pernah sekalipun mengecewakan kami, dia selalu menjadi penengah, dia selalu bisa membuat bangga dengan segala prestasinya. Namun, hanya karena ia gay kami jadi memojokkan dia. Saya sangat menyesal” tangisan mama pecah

“aku sendiri tak bisa membayangkan dia wisuda tanpa pendamping dari keluarga” ujar Gery tersendat, “predikat yang ia dapatkan pun adalah cum laude.” Lanjut Gery.

Mereka pun segera menuju ke tempat dimana Farhat di kuburkan. Mereka sangat menyesal. Sungguh, mereka sangat menyesal. Rasa dosa menjalar di hati mereka semua. Tangisan tak dapat lagi di bendung. Disaat Farhat wisuda tak ada yang datang. Disaat Farhat sekarat tak ada yang menemani. Di hari terakhirnya pun tak ada sanak saudara yang mendampingi, hingga di hari ia dikuburpun tak ada yang hadir. Sungguh penyesalan ini melekat erat di dada mama papa dan Gery.

Maafkan kami Farhat, maafkan kami. Sungguh.batin Gery pilu.

Mama jatuh pingsan saat melihat batu nisan bertuliskan Farhat Suherman.

Perasaan bersalah menghinggapi mereka satu persatu.

Maafkan kami Farhat. And thanks a lot for The Eyes. Aku dapat merasakan kehadiranmu, aku senang sekali setidaknya ada bagian dari dirimu yang ada pada diriku. Maafkan aku adikku, kami menyanyangimu dek...
 ***
Terima kasih sdh membaca tulisan_koe.
Ikuti kisah lainnya terus di blog ini.
Saran dan sanjungan jgn lupa tulis di bawah.

Salam hangat dari sahabatmu!
Fadly Affandy. 

Rabu, 19 September 2012

"KESEDERHANAAN MELENGKAPI SEGALANYA"

Dear sahabat2ku yg ku sayangi, dan teman2ku yang luar biasa...

Ini soal kesederhanaan. Sekalipun engkau hidup berlimpahan dan berkecukupan dana, tetaplah hidup dengan sederhana.

Tidaklah sulit menciptakan sifat yang baik yaitu sikap rendah hati dan sederhana. Orang yang memiliki sikap rendah hati selalu berusaha menjadi pribadi yang bisa menerima orang lain, tidak sombong, atau terlalu memperlihatkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki.

Tidak usahlah kita risaukan, jika orang lain tidak tahu apa yang kita miliki atau seberapa tinggi kemampuan kita melakukan segala sesuatu.
Toh, Orang lain bisa menilai 'kualitas seseorang' hanya dengan melihat sikap, tutur kata, dan perilaku sehari-hari yang kita lakukan.

Dengan bersikap rendah hati, berarti kita telah menjaga diri kita sendiri. Dengan bersikap rendah hati, berarti kita telah menempatkan diri di posisi yang nyaman, tenang, damai dan tentram.

Jika hati sudah merasa nyaman, damai dan tentram, maka secara otomatis Anda akan tampak bersahaja dan bahagia.? Bukankah itu yang kita inginkan? :-)
Marilah kita bersikap rendah hati, dan membiasakan diri, untuk selalu hidup sederhana...

Lalu bgmna jika kita sdh rendah hati dan kita menemukan kegagalan dlm hidup?

Terimalah, dan hadapilah kegagalan itu sebagai pengalaman dan pelajaran berharga, agar bisa jadi pedoman dan tuntunan untuk mencapai kemajuan dan keberhasilan yang lebih berarti di kemudian hari.

Kawan, sy, dia ataupun siapa saja pasti pernah kecewa dan merasakan kegagalan.

Kita tahu bahwa dunia ini selalu berputar. Adakalanya manusia ada di bawah, atau sebaliknya ada di atas.

Sering kita lihat orang-orang yang sudah di atas malah semakin ke atas.

Temanku, pandangan itu semua hanyalah ironi. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi pada mereka yang sudah ada di atas. Kebanyakan di antara kita melihat mereka yang di atas selalu dari 'materi' atau jabatan. Namun percayalah, setiap orang mengalami pasang surut.

Belajarlah dari orang-orang yang sudah ada di atas, dan orang-orang yang berada di bawah. Jangan hanya melihat ke atas.

Banyak pelajaran yang bisa diambil dari keduanya, yang bisa engkau jadikan bekal tuk menjadi pribadi yang luhur bijaksana, sukses lahir dan batin.

Pepatah mengatakan: "Kebesaran seseorang tidak terlihat ketika dia berdiri dan memberi perintah. Kebesaran seseorang akan terlihat ketika dia berdiri sama tinggi dengan orang lain, dan membantu orang lain untuk mengeluarkan yang terbaik dari diri mereka untuk mencapai sukses" -

Sy ingat betul itu salah satu nasehat dari Dosen di kampus saat sy msh duduk di bangku kuliah dulu. Prof. Ibrahim Al-ghazali.

Kawan, Janganlah suka cari alasan untuk menutupi kegagalan. Sebaliknya, carilah terus 'cara' untuk menggapai keberhasilan.

Salam hangat dari sahabatmu.
Fadly Affandy.

Kamis, 06 September 2012

"Why Me..."

"Why Me.."

Didalam toilet rumah sakit Aku memegang selembar kertas. Tanganku bergetar hebat. Pandanganku kabur oleh air mata. Bibirku keluh. Aku menyingkirkan kertas itu dari pandanganku. Ku tatap wajah ini. Ku tatap wajah senduku saat itu di cermin.

Mataku merah, sembab krn air mata. Ada apa denganku? Apa yg salah dengan diriku?

Tuhan, boleh kah aku menangis? Entah kenapa aku ingin menangis saat itu. Air mataku mulai jatuh berderai perlahan. Aku terisak. Aku terisak seperti seorang anak kecil yg kehilangan ibunya di pasar swalayan. Aku terisak dihadapan cermin. kuhapus air mataku dgn jaketku berkali-kali, tp air mataku tak hentinya jatuh berderai, bahkan makin deras.

Aku tdk marah padaMu Tuhan. Aku tdk marah hanya karna hasil test kesehatan itu. Aku tdk marah klo hasilx positif diriku tekena sebuah penyakit, sebuah penyakit yg sama sekalih tdk pernah terbayangkan olehku.

Aku bahkan tidak tau kenapa aku menangis!! kecewakah aku? sedihh? Atau Aku marah? Tuhan, hanya Engkau yg tau betapa sakitnya hatiku melihat hasil test ini.

Why me..??

Itu yg terlintas pertama kali di kepalaku. Kenapa saya..?? Kenapa bukan org lain??

Dunia seakan runtuh bagiku ketika seorang dokter duduk dihadapanku dan mulai menjelaskan arti dari selembar kertas hasil test yg aku pegang, bahwa aku positif terserang sbh penyakit.

Semua sirna dalam sekejap, impian itu, impian menjadi karyawan ditempatku bekerja. Dua bulan lagi aku harus menjalani test kesehatan untuk pengangkatan karyawan. Dan hari ini untuk persiapan, aku melakukan test kesehatan sendiri di salah satu instansi laboratorium di makassar, dan hasilnya, seperti yg sdh aku katakan: positif terserang penyakit.

Apa msh ada harapan?
Waktuku cuman dua bulan dari sekarang untuk berobat. Dua bulan. Aku diberi kesempatan untuk berobat dua bulan sebelum test kesehatan dari kantor. Cukup kah itu? Aku rasa klo dipikir pake logika mungkin tdk ada harapan. Tp, siapa yg tahu rencana Tuhan? Aku hanya bisa berdoa dan berusaha. Biar selebihnya Tuhan yg menentukan jalan Hidupku.

Aku terlanjur cinta dgn pekerjaanku skrg. Aku memang ingin sekalih jd karyawan di tempatku bekerja, namun jika Tuhan belum mengabulkan, tidak papa, Tuhan lebih tahu apa yg aku butuhkan.

Aku masukkan kembali kertas hasil test kesehatan itu kedalam tasku. Aku menghapus air mataku hingga benar2 kering dan mulai melangkah keluar dari toilet. Aku tak mau diluar sana org melihatku menangisi hidupku.

Terlalu naif.

Aku tdk mau kelihatan rapuh dihadapan org2 sekitarku. Mungkin aku bisa saja tertawa dihadapan teman2ku, mungkin aku bisa saja melontarkan guyonan konyol yg membuat sahabat2ku tertawa seperti biasannya, tp dibalik smua itu biar aku dan Tuhan yg tau betapa rapuhnya diriku.

*moveOn